Senin, 07 April 2014

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI


B AB I
PENDAHULUAN

1.1  Pengertian Petrologi
Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik mengenal cara terdapatnya, cara terbentuknya di pemukaan bumi, komposisi mineral, asal mula batuan, dan hubungannya dengan proses – proses geologi serta sejarah geologi petrografi, yaitu mempelajari cara pendeskripsian batuan berdasarkan tekstur, komposisi mineral dan susunan kimianya. Ilmu yang mempelajari tentang asal usul batuan adalah petrogesa.
            Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa petrologi  merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang batuan secara luas yang meliputi petrografi dan petrogenesa.
            Secara umum batuan penyusun bumi dibedakan atas 4 kelompok , yaitu :

1.        Batuan Beku ( Igneous Rock )
            Batuan beku adalah suatu kumpulan dari mineral-mineral silikat yang mengkristal sebagai akibat dari pada magma yang mendingin.

2.        Batuan Piroklastik
Batuan piroklas merupakan batuan vulkanik yang bertekstur klastik dan hasil dari erupsi gunung api atau batuan beku yang oleh proses gunung api, dilemparkan (eksplosif) dengan material penyusun asal yang berbeda ( W.T. Huang, 1962 ) selanjutnya material tersebut terendapkan dan tertransportasikan ( W.T.G , 1954 ). Hasil letusan gunung api umumnya berupa produk efusif, yaitu berupa lava dan produk eksplosif yang dapat berbentuk padat atau fragmental, gas dan cair. Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi vulkanik secara eksplosif.

3.        Batuan Sedimen ( Sedimentary Rock )
Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk akibat litifikasi batuan dari hasil rombakan, denudasi atau dari hasil reaksi kimia maupun hasil dari kegiatan organisme. Batuan sedimen dibentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya. Tetapi karena pengaruh atau gaya-gaya dari luar bumi (pelapukan, pengikisan oleh air, pengikisan oleh angin), maka batuan-batuan tersebut dihancurkan, diangkut (oleh media air sungai dan angin) dan kemudian diendapkan di tempat-tempat yang rendah letaknya (danau, sungai, laut).

4.        Batuan Metamorf ( Metamorphic Rock )
Batuan metamorf merupakan batuan yang sifatnya telah berubah selepas pembentukan asalnya melalui proses yang bertindak didalam bumi atau oleh jasad-jasad dari planet lain. Proses ini berlangsung akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi, di atas 2000C dan 300 Mpa, dalam keadaan padat.


 










Gambar 1.1 Siklus pembentukan batuan

1.2   Maksud Dan Tujuan
Maksud dari pada praktikum ini adalah untuk mengetahui dan menyelidiki secara fisik dari pada suatu batuan dan untuk mengetahui sifat – sifat fisik dari batuan tersebut. Dalam hal ini dapat mempermudah dalam pendiskripsian batuan tersebut, misalnya dengan melihat tekstur, ukuran, butir, struktur, kemas mineral – mineral pembentuk batuan. Adapun berbagai cara untuk menentukan atau mendiskripsikan suatu batuan kita dapat menggunakan alat yang praktis dan mudah diketahui.
Tujuan dari praktikum petrologi sendiri adalah untuk menentukan jenis batuan, nama batuan dan untuk mengetahui proses pembentukan batuan. Hingga pada akhirnya kita dapat menentukan pemberian atau penamaan batuan secara megaskopis dan selanjutnya dapat menafsirkan genesanya.
Dalam bidang pertambangan, pengetahuan mengenai petrologi sangat diperlukan. Karena dengan menguasai petrologi, para ahli tambang akan dapat mengetahui dengan mudah jenis-jenis batuan yang terdapat di lapangan (di alam).


BAB II
BATUAN BEKU

2.1   Tinjauan Umum Batuan Beku
Batuan beku adalah merupakan kumpulan (agregate) mineral-mineral silikat dari hasil penghabluran magma yang mendingin ( W.T.Huang, 1962 ).

2.1.1 Magma
Magma adalah larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mobile, bersuhu 900oC - 1600oC dari dasar kerak bumi atau dari selubung bumi atas bagian atas. Magma terdiri dari unsur-unsur O, Si, Al, Fe, Mg, Na, Ca, K, senyawa berupa H2O, CO2 dan berupa gas H2S, HCL, CH4, dan CO. Beberapa dari bahan itu berupa volatil (gas) dan yang lainnya adalah non volatil, terutama silikon oksida, Al, Fe, Ca, Mg, K dan Na.

Oksida-oksida tersebut dalam kombinasi tertentu kemudian membentuk mineral-mineral yang sekarang kita jumpai di batuan beku. Bahan-bahan tersebut untuk setiap jenis magma jumlahnya berbeda-beda dan akibatnya batuan beku yang dihasilkan sebagai akibat pembekuan magma akan berlainan pula.

Bila magma bergerak naik dan mendekati permukaan, maka berarti bahwa keadaan tekanan dan temperatur akan berkurang. Pengurangan suhu menyebabkan bahan-bahan non volatil mengkristal dalam bentuk-bentuk kristal-kristal mineral.


volcano
 








Gambar 2.1. Proses Pembentukan Magma

2.1.2 Proses Pembekuan Magma.
Pada keadaan tertentu magma di dalam bumi dapat naik dan mencapai permukaan bumi melalui rekahan-rekahan atau peledakan gunung api. Magma yang keluar tersebut disebut dengan lava. Magma tidak sama dengan lava, karena magma masih mengandung gas-gas dan unsur volatil lainnya yang kemudian hilang pada waktu magma mencapai permukaan. Berdasarkan atas komposisi mineral pembentuk batuan bervariasi, maka dapat disimpulkan bahwa magma bervariasi juga.
Pada saat magma mengalami pendinginan akan terjadi kristalisasi dari berbagai mineral utama yang mengikuti suatu urutan atau metode yang umumnya di kenal sebagai Seri Reaksi Bowen.  
DERET REAKSI BOWEN
 
 



















  Gambar 2.1. Seri Reaksi Bowen               

O        Discontinous Series:
- Mineral terbentuk secara tidak terus menerus. Pada suhu yang tinggi terbentuk mineral Olivin. Kemudian suhu menurun terus menerus hingga terbentuk mineral Piroksen dimana mineral Olivin sudah tidak terbentuk lagi. Begitu seterusnya sampai terbentuk mineral Biotit.
-  Di dominasi oleh mineral-mineral Mafik (mineral gelap).
O        Continous Series:
- Mineral terbentuk secara terus menerus. Pada suhu yang tinggi terbentuk mineral Anortit (Plagioklas Ca). Kemudian suhu terus menerus turun hingga terbentuk mineral Bitownit, tetapi mineral Anortit masih terbentuk. Begitu seterusnya sampai terbentuk mineral Albit.
-  Disebut juga dengan kelompok Plagioklas.
-  Didominasi oleh mineral Felsik (mineral terang).
Sampai pada suhu yang rendah, mineral Biotit dan mineral Albit saling bertemu dan terbentuklah kemudian mineral K. Feldspar, Muskovit dan Kuarsa.

2.2.   Komposisi Mineral
Menurut ( W. T. Huang 1962 ), komposisi mineral pada batuan beku ada tiga kelompok , yaitu :
2.2.1        Mineral Utama ( Essential mineral )
Merupakan mineral–mineral yang terbentuk langsung dari kristalisasi magma, berdasarkan warna, densitas ( H. William, 1982 ) dapat dikelompokkan menjadi :
~        Mineral  Felsik, antara lain kwarsa, plagioklas, albit, feldspar.
~        Mineral Mafik, antara lain olivin, piroksin, amphibol, dll.
2.2.2        Mineral Sekunder ( Secondary mineral )
Merupakan mineral – mineral tambahan atau mineral ubahan dari mineral utama ( mineral hasil dari hasil kristalisasi magma ) dapat juga hasil dari pelapukan, reaksi kimia atau hasil dari metamorfosisme.
Contoh : kalsit, magnesit, siderit, kaolin, serpentin.
2.2.3        Mineral Tambahan
Merupakan mineral – mineral yang terbentuk pada kristal – kristal magma, tetapi kehadirannya dalam jumlah yang sedikit ( kurang dari 50 % ) dan tidak menentukan nama, sifat batuan. Termasuk dalam golongan ini antara lain : hematit, kromit, muskovit, magnetit.

2.3.Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah kenampakan atau ciri batuan yang berkaitan dengan hubungan antara komponen batuan baik yang kristalin maupun non kristalin dan dapat mencerminkan cara terdapatnya ataupun cara pembentukan batuan. Hal tersebut di karenakan tekstur batuan beku menunjukan derajat kristalisasi, ukuran butir atau ganularitas dan fabrik (kemas).
1. Drajat Kristalisasi ( Degree of cristalliniti )
Mencerminkan proporsi antara komponen kristalin dengan non kristalin (amorf), dibedakan atas:
a.       Holokristalin, bila batuan di susun oleh selurihnya kristal.
b.      Hipokristalin atau merokristalin, bila batuan di susun oleh sebagian kristal dan sebagian gelas.
c.       Holohialin atau hipohialin atau merohialin atau mesohialin, bila batuan di susun oleh seluruhnya gelas.

2.   Ukuran Butir atau Granularitas

Ukuran butir pada batuan beku di bedakan atas:
a.       Fanerik, bila batuan mempunyai ukuran butir kasar, di bedakan atas:
~        Fanerik sangat kasar, bila diameter berukuran >3 cm
~        Fanerik kasar, bila diameter berukuran 5mm-3 cm
~        Fanerik sedang, bila diameter berukuran 1mm-5mm
~        Fanerik halus, bila diameter berukuran <1mm
b.      Afanitik, bila batuan mempunyai ukuran butir halus hingga tidak dapat di bedakan dengan mata kasar.
3. Fabrik ( Kemas )
Merupakan tekstur yang memperlihatkan hubungan geometri antara bentuk dan proporsi butir-butir penyusun batuan.
Secara individu bentuk butir mineral di bedakan atas:
a.       Euhedral, bila mineral di batasi oleh bidang atau bentuk kristal yang sempurna
b.      Subhedral,bila mineral di batasi oleh sebagian bidang atau bentuk kristalnya
c.       Anhedral, bila mineral tidak di batasi oleh bidang atau bentuk kristalnya
Sedangkan fabrik kemas di bedakan atas :
a. Equigranular, bila batuan disusun oleh butiran-butiran mineral yang relatif seragam,  di  bedakan atas :
~        Panidiamorfik granular, bila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk euhedral dan ukuran butir relatif seragam.
~        Hipidiamorfik granular, bila batuan di susun oleh mineral yang berbentuk subhedral dan ukuran butir relatif seragam
~        Allotriamorfik granular, bila batuan di susun oleh batuan yang berbentuk anhedral dan ukuran butir relatif seragam
b.  Inequigranular, bila batuan di susun oleh butiran-butiran mineral yang relatif tidak seragam, Seperti :
~        Porfiritik bila kristal/mineral yang berukuran besar (fenokris) tertanam dalam masadasar (matriks) kristal-kristal yang berukuran lebuh halus.
~        Vitroferi, seperti tekstur porfiritik, tetapi masadasarnya berupa gelas.
~         Gravik, tekstur yang umu pada batuan granitis di mana kwarsa tumbuh bersama dengan K-felspar.
~         Ofitik, tekstur di mana mineral berukuran besar di inklusi oleh mineral yang berukuran lebih kecil
~        Diabasik, tekstur yang khas pada batuan diabas di mana fenokris plagioklas hadir secara radial.
Catatan: Untuk semua batuan beku dengan kemas inequigranular (porfiritik, Vitrofirik), maka tekstur kemas Equigranular berlaku untuk masadasarnya
.
2.4. Struktur Batuan Beku
Secara umum struktur merupakan tekstur dalam skala yang lebih luas yang dapat diamati di lapangan, seperti : struktur aliran lava yang di bedakan atas pillow, ropy, blocky lava maupun sheeting joint dan  columnar joint.
Dalam pelaksanaan praktikum dimana pengamatan batuan hanya dilakukan pada contoh setangan (hand speciement), maka penganmatan struktur akan sangat terbatas seperti :
a.       Struktur masiv, di mana batuan tidak memperlihatkan adanya struktur aliran atau struktur lain.
b.      Xenolit, struktur di mana terdapat fragmen batuan lain atausejenis di dalam Batuan beku.
c.       Struktur rongga yang di bedakan atas :
~        Vesikuler, struktur di mana terdapatnya lubang-lubang gas yang relatif teratur.
~        Scoria, struktur di mana terdapatnya lubang-lubang gas yang tidak teratur.
~        Amikdoloidal, Struktur di mana lubang-lubang gas yang di isi oleh mineral lain.

2.5  Klasifikasi Batuan Beku
­            Berbagai klasifikasi telah ditemukan oleh beberapa ahli sehingga lubang – lubang suatu batuan, pada klasifikasi–klasifikasi lain namanya. Dengan demikian, seorang ahli petrologi harus benar–benar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada batuan beku antara lain :
2.5.1. Klasifikasi Berdasarkan Tempat Terbentuknya:
2.5.1.1. Batuan Beku Lelehan (Vulkanic Rock)
            Merupakan batuan beku yang berasal dari permukaan dasar magma pada permukaan bumi. Contoh: Andesit, Ryolit, Basalt.
2.5.1.2. Batuan Beku Korok (Gang)
Merupakan batuan yang berasal pada daerah antara batuan beku dalam dengan batuan beku lelehan. Tekstur batuan beku korok umumnya hypokristalin.
2.5.1.3.Batuan Beku Dalam (Plutonic Rock)
Merupakan batuan yang terbentuk atau berasal dari dalam permukaan bumi, atau magmanya membeku sebelum mencapai permukaan. Umumnya bertekstur holokristalin. Contoh : Granit, Diorit.

2.5.2. Klasifikasi Berdasarkan Kandungan Silika SiO2
Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam geologi dan dibagi dalam empat bagian golongan yaitu :
1.      Batuan beku ultra basa, mengandung < 40% SiO2
2.      Batuan beku basa, mengandung 40 – 50% SiO2
3.      Batuan beku intermedier, mengandung 50 – 66% SiO2
4.      Batuan beku asam, mengandung lebih 66% SiO2



2.5.3. Klasifikasi Berdasarkan Mineralogi
1.      Batu Beku Asam
Batuan beku asam terbentuk dari hasil pembentukan magma yang mempunyai kandunga kuarsa lebih dari 10% dan banyak mengandung mineral yang berwarna terang ( felsik ) misalnya : kuarsa, orthoklas, plagioklas.
Contuh batuan:
a.       Fanerik (ukuran butir kasar), terbagi atas:
o   Granit (kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o   Granodiorit (kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).
b.       Afanitik (ukuran butir halus), terbagi atas:
o   Rhyolitik (kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o   Dasit (kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).
2.      Batuan Beku Intermedier
Batuan beku intermedier merupakan batuan dari hasil pembekuan magma yang mempunyai kandungan kwarsa 52 – 66 %.
Contoh batuan:
a.       Fanerik (ukuran butir kasar), terbagi atas:
o   Syenit (kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o   Diorit (kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).

b.      Afanitik (ukuran butir halus), terbagi atas:
o   Trakit (kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o                              Andesit (kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).



3.      Batuan Beku Basa
Batuan beku basa mempunyai kandungan kwarsa yang amat sedikit bahkan pada beberapa jenis kwarsa jarang hadir. Batuan beku basa mempunyai warna gelap, karena hanya mengandung mineral gelap jadi batuan tersebut dapat mudah dikenali.
Contoh batuan:
a.       Fanerik (ukuran butir kasar), terbagi atas:
o   Gabbro (plagioklas dan piroksen melimpah,olivine mulai hadir).
b.      Afanitik (ukuran butir halus), terbagi atas:
o   Basalt (mempunyai struktur rongga).
o   Diabas (mempunyai struktur diabasik).
4.      Batuan Beku Ultra Basa
            Batuan beku ultra basa mempunyai kandungan kuarsa yang amat sangat sedikit  (< 40% ) bahkan pada beberapa jenis kwarsa jarang hadir. Batuan beku basa mempunyai warna gelap, karena hanya mengandung mineral gelap jadi batuan tersebut dapat mudah dikenali. Semua batuan beku ultra basa bertekstur fanerik.
Contoh batuan:
o   Serpentin (warna hitam, kilap lemak,mineral utamanya serpentin).
o   Dunit (warna hitam kehijauan, kilap lemak, mineral utamanya olivin).
o   Piroksenit (warna hitam, kilap kaca, mineral utamanya piroksen).
o   Peridotit ( kandungan piroksennya lebih dominan dari pada olivin).

2.5.4. Klasifikasi Yang dipakai Di Laboratorium Petrologi
            Pengamatan megaskopis terutama dilakukan terhadap komposisi mineral dan kemas klasifikasi itu yang dipakai mengikuti klasifikasi yang dikemukakan oleh  yaitu berdasarkan kandungan kuarsa bebas atau silika alkali feldspar dan plagioplas, serta mineral utama yang lain.


2.5.5. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral
            Tekstur adalah kenampakan atau cirri batuan yang di berkaitan dengan hubungan antara komponen batuan baik yang  kristal maupun non Kristal dan dapat mencerminkan cara terdapatnya atau pun cara pembentukan batuan.hal tersebut di karenakan tekstur batuan beku menunjukan dfrajat kristalisasi, ukusan butir atau ganuralitas dan fabrik (kemas)

1. Drajat Kristalisasi ( Degree of cristalliniit )
            Mencerminkan proporsi antara komponen kristalin dengan non kristalin (amorf), dibedakan atas :
a.   Holokristalin, bila batuan di susun oleh seluruh kristal.
b.   Hipokristalin/merokristalin, bila batuan disusun oleh sebagia kristal dan sebagian gelas.
c.   Holohialin/hipophialin/merohialin/mesohialin, bila batuan disusun oleh seluruh gelas.

2. Ukuran butir atau Granularitas
            Ukuran butir pada batuan beku dibedakan atas :
a.       Fenarik, bila batuan mempunyai ukuran butir ksar, dibedakana tas :
  • Fanerik sangat besar, bila diameter berukruan > 3 cm
  • Fanerik kasar, bila diameter berukuran 5 mm – 3 cm
  • Fanerik sedang, bila diiameter berukuran 1 mm – 5 mm
  • Fanerik halus, bila diameter berukur < 1 mm
b.      Afanitik, bila batuan mempunyai ukuran butir halus hingga tidak  dapat dibedakan dengan mata kasar

3. Fabrik ( Kemas )
            Merupakan tekstur yang memperlihatkan hubungan geometri antara bentuk dan proporsi butir-butir penyusun batuan.
Secara individu bentuk butir mineral dibedakan atas :
a.       Euhedral, bila mineral dibatasi oleh bidang/bentuk kristal yang sempurna
b.      Subhedral, bila mineral dibatasi oleh sebagian bidang/bentuk kristalnya
c.       Anhedral, bila mineral tidak  dibatasi oleh bidang/bentuk kristalnya,
Sedangkan fabrik (kemas) dibedakan atas :
a.       Equigranular, bila batuan disusun oleh butiran-butiran mineral yang relatif seragam, dibedakan atas :
  • Panidiamorfik granular, bila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk euhedral dan ukuran butir relatif seragam.
  • Hipidiamorfik granular, bila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk sub hedral dan ukuran butir relatif seragam.
  • Allotriamorfik granualr, bila batuan disusun oleh batuan yang berbentuk anhedral dan ukuran butir reltif seragam.
b.      Inequigranular, bila batuan disusun oleh butiran-butiran mineral yang relatif tidak  seragam, seperti :
  • Porfiritik bila kristal/mineral yang berukuran besar (fenokris) tertanam dalam masa dasar (matriks) kristal-kristal yang berukuran lebih halus.
  • Vitrroferi, seperti tekstur porfiritik, tetapi masa dasarnya berupa gelas grafik, tekstur yang umum pada batuan granitis dimana kwarsa tubuh bersama dengan K-felspar Ofitik, tekstur dimana mineral berukuran besar di inklusi oleh mineral yang berukuran lebih kecil.
  • Diabasik, tekstur yang khas pada batuan diabas dimana fenokris plagioklas hadir secara radial.

Catatan :   Untuk  semua batuan beku dengan kemas inequigranular ( porfiritik, Vitrofirik ), mak tekstur kemas Equigranular berlaku untuk  masa dasarnya.

2.6.      Tahap Penamaan Batuan
Dasar yang di gunakan untuk penamaan/klasifikasi batuan beku yaitu berdasarkan komposisi mineral penyusun batuan dan berdasarkan tekstur batuan.  Kedua kriteria tersebut tidak hanya berguna untuk pemerian (penamaan) batuan tapi juga untuk asal kejadian batuan. Berdasarkan kedua hal tersebut ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan seperti:
1.   Klasifikasi IUGS ( International Union of Geologikal Sciences ), 1980, dibedakan atas batuan beku berstruktur kasar (fanerik) dan berstruktur halus (Afanitik).
a.       Untuk Tekstur Fanerik.
~        Batuan bertekstur fanerik merupakan batuan beku yang ukuran butirnya dapat di amati dengan mata biasa atau dengan loupe.
~        Penamaan batuan dengan menggunakan diagram segi tiga double (klasifikasi batuan secara umum), dan diagram segi tiga untuk kelompok  batuan ultramafik, gabroik dan anortosit.
~        Dasar penamaan batuan berdasarkan kehadiran mineral kuarsa (Q), Feldspartoid (F) Alkali feldspar(A) dan plagioklas (P).

1.      Cara Penamaan Batuan :
O     Menghitung persentase kehadiran mineral utama, dimana jumlah Q + A + P atau F + A + P harus 100%.
O     Bila jumlah persentase mineral utama tidak 100% maka jumlah mineral utama di hitung kembali untuk di 100%-kan.
O     Plotkan harga persentase mineral utama ke dalam diagram untuk mendapatkan nama batuan.

b.      Untuk Tekstur Afanitik.
~        Batuan umumnya berukuran halus < 1mm yang tidak dapat di amati oleh  mata biasa ataupun dengan loupe, sehingga persentase kehadiran mineralnya sulit atau tidak dapat ditentukan secara megaskopis. Untuk menetukan persentase dan komposisi mineralnya dapat dibantu dengan melihat warna dari batuan seperti warna terang menunjukan mineral felsik dan warna gelap menunjukan mineral mafik.
~        Penamaan batuan mengunakan diagram segitiga dan didasarkan pada kehadiran mineral utama kuarsa (Q), Plagioklas (P),dan Alkali feldspar (F).
~        Cara penamaan sama seperti cara penamaan untuk tekstur kasar.
2.   Klasifikasi untuk batuan beku plutonik (Streckeisen, 1974) berdasarkan kehadiran     mineral kuarsa (Q), Plagioklas (P), Alkali feldspar (A), dan Feldspatoid (F)       dengan  mengunakan segitiga rangkap (dobel).
3.   Klasifikasi menurut ( W.T. Huang 1954 ) berdasarkan pada tekstur dan komposisi
      batuan beku.
4.   Klasifikasi berdasarkan komposisi mineral (dominan).
5.   Klasifikasi  berdasarkan komposisi SiO2 dan mineral.




2.6.1. Tahap Penamaan Jenis Batuan Beku

 




































 
















              Gambar 2.4. Klasifikasi Batuan Beku Plutonik ( Streckeisen, 1974 )



 

















      Gambar 2.5. Klasifikasi Batuan Beku untuk Tekstur Afanitik ( IUGS, 1973 )

2.6.2. Menentukan Nama Batuan Beku













            TEKSTUR                                                      NAMA SATUAN
K
L
S
I
F
I
K
A
S
I
FANERIK
(“GRANITIK”)
 
GRANIT
DIORIT

GABRO
PERIDOTIT
FANERI + FENOKRIS
GRANIT
PORFIRI
DIORIT
PORFIRI
GABRO
PORFIRI

AFANITIK
RYOLIT
ANDESIT
(FELSIT)
BASAL
AFANITIK + FENOKRIS
RYOLIT
PORFIRI
ANDESIT
PORFIRI
FELSIT PORFIRI
BASAL
PORFIRI
VESIKULER
PUMICE                                                         SCORIA
GELAS
OBSIDIAN
PIROKLASTIK
TUFA, BREKSI VULKANIK, AGLOMERAT




Gambar 2.6. Bagan untuk pengenalan dan klasifikasi umum batuan beku bedasarkan komposisi mineral.







BAB III
BATUAN PIROKLASTIK

3.1. Tinjauan Umum Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik dan merupakan hasil dari erupsi gunung api atau batuan beku yang oleh proses gunung api, dilemparkan (eksplosif) dengan material penyusun asal yang berbeda (W.T.Huang, 1962), selanjutnya material tersebut terendapkan dan tertransportasikan ( W.T.G , 1954 ). Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi vulkanik secara eksplosif. Hasil letusan gunung api umumnya berupa produk efusif, yaitu berupa lava dan produk eksplosif yang dapat berbentuk padat atau fragmental, gas dan cair. 

3.2.      Material Penyusun Batuan Piroklastik
            Komposisi atau material penyusun batuan piroklastik berupa :
a.       Juvenil, merupakan material penyusun yang berasal dan langsung  dikeluarkan dari magma, terdiri dari padatan, cairan dan kristal (mineral).
b.      Cognate, dimana material penyusunnya berupa material hablur (hasil kristalisasi magma) dari letusan sebelumnya.
c.       Accidentil, material penyusunnya berupa bahan hamburan dari batuan non gunung berapi atau dari batuan dasar yang beragam komposisinya baik berupa batuan beku, sedimen atau batuan metamorf.
Material-material penyusun batuan piroklastik tersebut hadir dalam bentuk fragmen-fragmen (piroklas) dari letusan gunung berapi secara langsung. Fragmen piroklastik berdasarkan ukuran butirnya oleh Fisher ( 1961 ) dan Scimid ( 1981 ) dibedakan atas tiga:
a.       Bom dan blok, fragmen piroklastik berukuran > 64 mm
b.      Lapilli, fragmen piroklastik berukuran 2 - 64 mm dapat berupa juvenil, cognate, maupun accidentil.
c.       Ash, fragmen piroklastik berukuran 2 - 1/256 mm.



Dalam pendiskripsian batuan piroklastik, komposisi batuannya berdasarkan proporsi ukuran butir penyusun batuan yang dibedakan atas :
a.       Butiran, merupakan fragmen yang berukuran relatif lebih kasar, dapat berupa juvenil, coqnate, accidentil.
b.      Matrik (massa dasar), merupakan fragmen yang berukuran lebih halus. Dapat berupa juvenil, coqnate, accidentil.   

3.3.   Endapan Piroklastik
Mekanisme pembentukan endapan fragmen piroklastik dapat dibedakan atas:
1.      Endapan piroklastik jatuhan (pyroclastic fall), merupakan endapan piroklastik yang diendapkan melalui udara yang dikontrol oleh gravitasi. Penyebaran menutupi topografi dan umumnya berlapis atau bersortasi baik.
2.      Endapan piroklastik aliran (pyroclastic flow), merupakan endapan piroklastik hasil aliran langsung dari pusat erupsi berupa hot avalanche, glowing avalanche dan hot ash avalanche yang bersuhu 5000 C – 6500 C. Penyebaran dan bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, bagian bawahnya memperlihatkan batas morfologi asalnya sedangkan atasnya umumnya datar.
3.      Endapan piroklastik surge (pyroclastic surge), merupakan endapan piroklastik hasil percampuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Menunjukkan perlapisan yang acak atau low-angle stratification.

3.4. Tekstur Batuan Piroklastik
Dalam mendiskripsian batuan piroklastik kita harus melihat bagaimana cara atau proses pembentukannya, maka kita dapat mengetahui tekstur batuan piroklastik yang terbagi atas : Ukuran butir, Bentuk butir atau kebundaran, pemilahan, kemas.
1.      Ukuran butir, dapat berukuran bom,blok,lapilli atau ash.
2.      Bentuk atau kebundaran, yaitu bentuk permukaan butir yang dibedakan atas :
~        Menyudut (Angular)
~        Menyudut Tanggung (Sub Angular)
~        Membundar Tanggung (Sub Rounded)
~        Membundar (Rounded)
~        Sangat Membundar (Well Rounded)
3.      Sortasi atau pemilahan dibedakan atas :
~        Sortasi baik, bila ukuran butir penyusun batuan relatif seragam.
~        Sortasi buruk, bila ukuran butir penyusun batuan relatif tidak seragam.
4.      Kemas, menunjukan hubungan antar butir, dibedakan atas :
~        Kemas terbuka, bila kontak antar butiran tidak saling bersentuhan.
~        Kemas tertutup, bila kontak antar butiran saling bersentuhan.

3.5.   Struktur Batuan Piroklastik
Struktur batuan piroklastik pada prinsipnya sama dengan struktur batuan beku, seperti struktur skoria, vesikuler, massive maupun amikdoloidal maupun struktur batuan sedimen, yaitu struktur perlapisan graded bedding atau cross bedding.

3.6.Tahap Penamaan Batuan Piroklastik
Klasifikasi penamaan batuan piroklastik secara umum dibedakan atas :
1.      Klasifikasi berdasarkan fragmen piroklastiknya ( Fisher, 1966 dan Schimid, 1981 ) yaitu :
~        Anglomerat, bila batuan disusun oleh fragmen piroklastik dominan berupa bom yang berukuran > 64 mm.
~        Breksi piroklastik, bila batuan disusun oleh fragmen piroklastik dominan berupa blok yang berukuran > 64 mm.
~        Breksi tufa, bila batuan disusun oleh percampuran fragmen piroklastik blok maupun ash.
~        Tufa, bila batuan disusun oleh fragmen piroklastik berupa ash dan lapilli dimana ash lebih dominan.
~        Tufa lapilli, bila batuan disusun oleh fragmen piroklastik berupa lapili dan ash dimana lapilli lebih dominan. Oleh Schimid ( 1981 ), tufa lapili disebut juga lapilli.


Size
(mm)
Wentworth William
1932
Twen Hofel
1950
Fisher
1961
256

128
64
32
10
8
4
2
0.5
0.250
0.125
0.0825
Blocks = Volcanik breccia

 Bomb = anglomerat


Lapili = Lapili tuff


Coarse ash = Fine ash



Fine ash (Fine tuff)
Bombs




Lapili




Coarse ash


Fine ash

Coarse    Blocks
               
                 and
 
Fine        Bomb


Lapili


Coarse ash



Fine ash

Tabel 3.1.    Klasifikasi batuan piroklastik oleh Wentworth, Wlliam (1932), Twen Hofel (1950), Fisher (1961)
2.      Klasifikasi untuk tufa, berdasarkan pada material penyusun tufa ( W.T.G,1954 ) dibedakan atas :
~        Tufa gelas, tufa yang dominan disusun oleh material gelas.
~        Tufa kristal, tufa yang dominan disusun oleh material kristal.
~        Tufa litik, tufa yang dominan disusun oleh material litik.
Batuan Piroklastik yang terbentuk melalui ekstrusif mengalami pelapukan, kemudian tererosi dan tertransportasi kedaerah cekungan dan terendapakan membentuk sedimen tufa yang disebut dengan “ Batuan Epiklastik “.
Geologi institut (1975), Carrozzi mengatakan batuan epiklastik adalah : Batuan yang bahan penyusunnya berasal dari pelapukan batuan Vulkanik, termasuk juga batuan piroklastik serta bahan hasil jatuhan piroklastik yang terangkat sebelum mengalami pelapukan.    














Gambar 3.2. Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan Fragmen Piroklastik
(Fisher, 1966)



 

















BAB IV
BATUAN SEDIMEN

4.1. Tinjauan Umun Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat litifikasi batuan dari hasil rombakan, denudasi atau dari hasil reaksi kimia maupun hasil dari kegiatan organisme. Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya (batuan beku, batuan metamorf, batuan sedimen). Tetapi oleh karena gaya-gaya atau kekuatan dari luar bumi (pelapukan, pengikisan air, pengikisan angin), maka batuan-batuan tersebut dihancurkan, diangkut (oleh madia air sungai dan angin) dan kemudian diendapkan di tempat-tempat yang rendah letaknya (danau, laut, lautan, rawa-rawa, sungai). Mula-mula batuan tersebut berada dalam keadaan lunak, akan tetapi oleh proses diagenesis (proses pembatuan), maka endapan-endapan tersebut akan menjadi keras.
                            Gambar 4.1. Grand Canyon
 Batuan sedimen digolongkan terutama berdasarkan pada tekstur dan struktur yang terlihat pada kenampakan lapangan. Komposisi fragmen dan komposisi butir lainnya akan dapat memperinci penggolongan batuan tersebut menjadi jenis-jenis batuan sedimen.
Material atau komponen penyusun batuan sedimen :
1.      Material detritus (Allogenik), sebagai hasil rombakan yang terbentuk dari luar daerah sedimentasi, terdiri dari :
~        Fragmen mineral atau kristal, seperti mineral silikat, yaitu kwarsa felspar, mineral lempung, dll.
~        Fragmen batuan yang berukuran kasar hingga halus.
2.   Material Autogenik, terbentuk didaerah sedimentasi atau cekungan sebagai hasil proses kimiawi atau biokimia, seperti kalsit, gipsum, halit, gloukonit, oksida besi, dll. 
4.2.   Klasifikasi Batuan Sedimen 
Proses pembentukan batuan sedimen akan tercermin dari tekstur atau struktur yang dihasilkan atau dengan kata lain dari tekstur akan dapat diinterpretasikan genesa atau proses pembentukan batuan sedimen. Berdasarkan tekstur (genesanya) batuan sedimen dapat dibedakan atas :
1.      Batuan sedimen Klastik, umumnya terbentuk dari hasil rombakan secara fisika.
2.      Batuan sedimen Kristalin atau batuan sedimen non klastik, dibedakan atas :
~        Batuan yang terbentuk oleh proses kimia, seperti endapan fosfat, rijang, dll.
~        Batuan yang terbentuk oleh proses organik atau biokimia, seperti batu gamping, batu bara, dll.

4.2.1. Batuan Sedimen Klastik
Merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali  pecahan-pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen, baik pelapukan kimia dan pelapukan fisika, fragmen asal ini kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan dan kemudian diendapkan.






 
         
              

 Konglomerat                                                     Breksi
            Gambar 4.2. Batuan sedimen klastik
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mulai mengalami proses diagenesis, yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen selama atau setelah terjadi litifikasi W.T.Huang (1962). Proses-proses diagenesa meliputi :
1.      Kompaksi sedimen, umumnya terjadi akibat beban sedimen yang ada di atasnya, menyebabkan hubungan antar butir menjadi lebih lekat dan juga air yang dikanding dalam pori-pori terperas keluar.
2.      Sementasi, yaitu proses dimana butiran-butiran sedimen direkat oleh material lain yang terbentuk kemudian, dapat berasal dari air tanah atau pelarutan mineral-mineral dalam sedimen itu sendiri. Material semennya dapat berupa karbonat, silika atau oksida besi.
3.      Rekristalisasi, timbul karena proses kompaksi yang tidak sempurna dimana air dalam rongga tidak dapat diperas keluar seluruhnya oleh kompaksi, sehingga air yang tertinggal akan mengalami suatu proses rekristalisasi. Rekristalisasi umum terjadi pada batuan karbonat.
4.      Autogenik, yaitu Pembentukan mineral baru dilingkungan diagenetik sehingga adanya mineral tersebut merupakan pertikel baru dalam suatu batuan sedimen. Mineral autogenik yang umum diketahui adalah karbonat, silika, klorit, gipsum.
5.      Replecement, merupakan proses perubahan mineral-mineral asli oleh berbagai mineral autogenetik, tanpa pengurangan volume asal dan terbentuk pada temperatur rendah. Contoh : Dolomitisasi.

4.2.1.1. Tahap-Tahap Pendiskripsian
Dalam mendiskripsian batuan sedimen kita harus melihat bagaimana cara atau proses pembentukannya, maka kita dapat mengetahui tekstur batuan sedimen yang terbagi atas : Ukuran butir, Bentuk atau kebundaran, pemilahan, kemas, porositas, kekompakan.
Tekstur Batuan Sedimen Klastik :
1.      Ukuran butir (Grain size)
Pemberian ukuran butir mengacu pada skala Wentworth dengan cara melihat ukuran butir-butir mineral dalam suatu batuan. Ukuran tersebut dapat berupa Gravel, Sand (pasir) dan Lempung atau lumpur (mud).
Tabel 4.1. Pembagian ukuran butir menurut skala Wentwort.











2.      Bentuk atau tingkat kebundaran (Roundness)
Tingkat kebundaran dikontrol oleh transportasi dan bentuk kebundaran ini tergantung pada bentuk dari material atau mineral asalnya. Jadi pemberian untuk kebundaran adalah dengan melihat sifat permukaan dari butiran, dibedakan atas :
~        Menyudut (Angular)
~        Menyudut Tanggung (Sub Angular)
~        Membundar Tanggung (Sub Rounded)
~        Membundar (Rounded)
~        Sangat Membundar (Well Rounded)
3.      Pemilahan (sortasi)
      Merupakan tingkat keseragaman ukuran butir penyusun batuan, dibedakan atas:
~        Terpilah sangat baik (Very well sorted)
~        Terpilah baik (well sorted)
~        Terpilah sedang (Moderatly sorted)
~        Terpilah buruk (Poorly sorted)                                                            
~        Terpilah sangat buruk ( Very Poorly sorted)



4.      Kemas
Menyatakan hubungan antar butir penyusun batuan, dimana hal ini dikontrol oleh tingkat diagenesa yang dialami batuan, dan dibedakan atas :
~        Kemas terbuka, bila kontak antar butir tidak bersentuhan.
~        Kemas tertutup, bila kontak antar butiran saling bersentuhan.
5.      Porositas
Dimaksudkan dalam tingkat atau kemampuan dalm menyerap air, dibedakan atas:
Ø  Porositas baik, bila mampu menyerap air.
Ø  Porositas buruk, bila tidak menyerap air.
Ø  Porositas sedang, Bila diantara mampu dan tidak menyerap air.
6.      Kekompakan
Kekompakan juga dikontrol oleh tingkat diagenesa, menyatakan tingkat kekuatan bila dikenai beban dan dibedakan atas : mudah diremas, getas, kompak, lunak, padat, keras, dll.

Struktur Pada Batuan Sedimen Klastik :
1.      Perlapisan (Beds)
~        Perlapisan, tebal antara 1cm - 3m
~        Laminasi, ketebalan antara < 0,3cm - < 1cm
~        Cross Lamination (Cross beds)
~        Graded bedding
~        Convolute Lamination
~        Injection structures (Sand - Dikes)

  Convolute lamination            Cross lamination                 Gradded bedding                                              

Gambar 4.3. Struktur perlapisan

2.      Struktur permukaan
~        Massive (structureless)
~        Ripple Marks atau Current Ripple
~        Mud Cracks
~        Erosional Mark

                                                                                       

Gambar 4.4. Struktur Permukaan

3.      Struktur dalam
~        Load Casts
~        Flute Casts
~        Groove Casts
~        Organic Structure








 





               Load casts                                                   Flute casts


 







Gambar 4.5. Struktur dalam

Komposisi Penyusun Batuan
Berdasarkan proses pembentukan batuan sedimen klastik, maka komposisi batuannya dapat dibagi atas fragmen, matrik dan semen. Pemisahan tersebut semata-mata hanya berdasarkan perbandingan ukuran butiran penyusun suatu batuan, dimana:
1.      Fragmen, ukuran butir penyusun yang paling besar, sebagai material detritus.
2.      Matrik, ukuran butir penyusun sedang, sebagai material detritus.
3.      Semen, terbentuk pada saat diagenesa atau sesudah proses diagenesa dan berperan sebagai pengikat antar butiran. Yang umum berperan sebagai semen adalah silica, kalsit, oksida besi. 

                        Dasar-Dasar Penamaan Batuan Sedimen Klastik
Secara umum penamaan batuan sedimen didasarkan pada ukuran butir selain juga memperhatikan komposisi mineral penyusunnya, guna penentuan variasi masing-masing batuannya. Untuk itu dalam penamaan batuan sedimen dapat  digunakan skala Wentwort yaitu :
Tabel 4.2. Penamaan batuan sedimen klastik berdasarkan ukuran butir
Ukuran butir
Nama batuan
Gravel
Konglomerat(bila bentuk fragmen atau butiran membulat)
Breksi (bila bentuk fragmen atau butiran menyudut)
Pasir
Batupasir (sandstone)
Mud
Batulanau (siltstone)
Batulempung (claystone)
Batulumpur (mudstone)
Batuserpih (shalestone)

Untuk penamaan batuan sedimen yang lebih detail, digunakan diagram segitiga, oleh (Picard M.D, 1971)

 dan (Folk, 1954), dimana penamaannya berdasarkan atas persentase dari masing-masing ukuran butir penyusun batuan.
      
Gambar 4.6. Penamaan batuan sedimen berdasarkan ukuran butir sand-clay-silt (M.D.Picard).
         
Gambar 4.7. Penamaan batuan sedimen berdasarkan ukuran butir mud-gravel-sand (Compton,1962).
Menurut William at all (1954), Variasi batupasir diperoleh dengan menggunakan diagram segitiga Q, F, L, dimana Q berupa kuarsa, Chert dan fragmen kwarsit, F berupa feldspar dan L berupa mineral tidak stabil dan fragmen batuan. Diagram Q, F, L, ini digunakan bila batupasirnya tidak mengandung atau mengandung matrik berupa mineral lempung < 5%.

 4.2.2. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen non klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau hasil kegiatan organisme.Batuan sedimen kristalin atau batuan sedimen non klastik, berdasarkan proses pembentukannya dipisahkan atas :
1.      Batuan yang terbentuk oleh proses kimia, contohnya batu gamping, endapan bijih besi, endapan fosfat, rijang, dan endapan evaporit.
2.      Batuan yang terbentuk oleh proses organik/biokimia, contohnya batu gamping terumbu, batubara, dan diatomea.
Secara umum material atau komponen penyusun batuan sedimen kristalin didominasi oleh material autogenik, terbentuk oleh proses presipitat.

4.2.2.1. Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan yang tersusun oleh garam-garam karbonat. Batuan ini terbentuk dari tiga cara, yaitu secara mekanik, kimia, maupun organik. Komposisi mineral penyusun utamanya adalah kalsit, aragonit, dolomit, kadang juga hadir siderit dan magnesit.

             
                              Gambar 4.8. Batuan karbonat
Secara umum unsur tekstur atau material penyusun batu gamping dibedakan atas:
~        Butiran atau kerangka
~        Semen
~        Massa dasar
Dari tekstur tersebut akan memberikan pengertian mengenai proses sedimentasi dan diagenesa dalam pembentukan batuan, seperti :
1.      Adanya kerangka atau butiran yang kasar menunjukkan energi mekanis yang telah mengendapkannya.
2.      Adanya massa dasar diantara butir-butir menunjukkan tingkat efektivitas energi mekanis yang bekerja dalam memilah unsur-unsur gamping.
3.      Sifat kehabluran memberikan gambaran tentang proses-proses diagenesa yang telah dialami batuan sejak diendapkan.
             Secara umum dari tekstur tersebut diatas, maka dalam pendiskripsian tekstur batuan karbonat diharapkan dapat digunakan untuk menafsikan lingkungan                                                                            pengendapan, terutama energi mekanis atau gelombang yang bekerja dalam lingkungan pengendapannya.
4.2.2.1.1. Tahap-Tahap Pendiskripsian
Pendiskripasian tekstur karbonat adalah sbb :
1.   Butiran/kerangka
~        Kerangka organik, merupakam struktur tumbuh dari gamping, sebagai bangunan-bangunan yang tak lepas, sebagai proses alamiah dari organisme dan membentuk jaringan. Disebut juga skletal atau frame builder ( Nelson, et all ).
~        Bioklastik, terdiri dari fragmen-fragmen atau cangkang-cangkang binatang yang lepas-lepas ( klas ), seperti cocquina, foraminifera, koral, dll.
~        Intraklastik, ( fragmen non organik ), dibentuk ditempat ataupun ditranspor sebagai hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping sebelumnya.
~        Chemiklastik ( non fragmenter ), merupakan butir-butir yang dibentuk ditempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi, penggumpalan, dll.Contoh : oolite, pisolite, dan sebagainya.


2.   Semen
~        Terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas.
~        Disebut spar atau spary calcite ( Folk, 1952, 1962 ).
~        Terbentuk pada saat diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan, yang mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas.
~        Sukar dibedakan dengan kalsit hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus dan disebut microspar.

3.  Massa Dasar
~        Merupakan butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi.
~        Bisanya berukuran sangat halus, sehingga bentuk-bentuk kristal tidak dapat diidentifikasi.
~        Dibawah mikroskop kenampakan hampir kompak.
~        Kehadiran matriks diantara butiran-butiran menunjukkan lingkungan pengendapan air yamg tenang. Dapat dihasilkan dari :
§  Pengendapan langsung secara kimiawi/biokimia, sebagai jarum aragonit yang kemudian berubah menjadi kalsit.


§  Merupakan hasil abrasi dari gamping yang telah terbentuk. Misalnya koral, algae dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang dan merupakan tepung  kalsit, dimana tepung kalsit tersebut membentuk lumpur ( lime mud ) dan umunya diendapkan di daerah yang tenang.
4.  Ukuran Butir
Untuk ukuran butir dapat mengacu pada klasifikasi menurut Wentwort, F.L.Folk maupun A.W.Grabauw.
5.   Bentuk Butir
            Untuk penentuan atau penafsiran energi dalam lingkungan pengendapan. Bentuk untuk masing-masing jenis kerangka dibedakan atas :
a.       Bioklastik, dibedakan atas :
~        Hasil telah terabrasi atau bundar
~        Cangkang-cangkang yang utuh atau fragmen kerangka yang utuh atau bekas pecahan jelas.
b.      Chemiklastik, dibedakan atas :
~        speroidal
~        ooid, dsbnya.
6.      Porositas
            Kemampuan  suatu mineral untuk menyerap air yang dibedakan atas :
a.       Porositas baik
b.      Porositas buruk

4.2.2.1.2. Dasar-Dasar Penamaan
            Dasar penamaan batuan ini dapat menggunakan beberapa klasifikasi yang ada, antara lain :
a.      Klasifikasi Folk (1959)
Dibedakan pada jenis butiran maupun lumpur karbonatnya dan secara umum dibedakan atas:
-          Allocemical/butiran dengan lumpur karbonatnya sparit/sparry.
-          Allochemical/butiran dengan lumpur karbonatnya mikrit.
-          Batugamping yang disusun dominan kristal-kristal kalsit, disebut mikrit.
-          Batugamping terumbu, disebut biolitit.
b.      Klasifikasi A.W.Grabauw (1904)
1.      Batugamping organik atau biogenik, terutama terdiri dari fosil utuh yang   belum berpindah dari habitatnya.
2.      Batugamping klastik, jenus batugamping ini dibedakan berdasarkan ukuran butirnya, yaitu:
~        Calcirudite, ukuran diatas 2mm (Gravel)
~        Calcarenite, ukuran antara 2-1/16mm (Pasir)
~        Calcilutite, Ukuran dibawah 1/16mm (Mud)
c.       Klasifikasi R.J.Dunham (1962)
Pembagiannya didasarkan padaproporsi antara lumpur karbonat terhadap butiran.
~        Batuan disusun oleh lumpur karbonat, yaitu mudstone (butiran < 10%) dan wackstone (butiran > 10%).
~        Batuan yang didukung oleh butiran, yaitu packstone (butiran tidak saling kontak) dan grainstone (butiran saling kontak).
~        Batuan yang disusun dominan fosil atau kerangka organik, disebut bountstone.
~        Batuan yang kristalin.

d.      Klasifikasi Ebrie dan Klovan (1971) :
~        Rud stone
~        Float stone
~        Frame stone
~        Bind stone
~        Baffe stone

4.2.2.2.    Batuan Silika
Batuan silika terdiri dari silika (SiO2) yang dominan. Batuan ini berasal dari proses kimia dan atau biokimia, yaitu terbentuk dari hasil kumpulan organisme silika seperti diatom, radiolaria dan sponges. Batuan silika dapat berasal dari batuan karbonat apabila berlaku tindak balas kimia silika mengganti kalsium karbonat.
Contoh batuan:
o   Diatom:
Kenampakannya seperti kapur. Terbentuk di danau dari organisme planktonik mikroskopik diatomea. Hampir menyerupai kaolinit. Porositasnya baik. Warnanya putih, sangat ringan (lebuh ringan dari lempung).
o   Rijang (chert):
Merupakan batuan yang sangat keras dan tahan terhadap proses luluhawa. Strukturnya masif atau berlapis, terdiri dari mineral kuarsa mikrokristalin, berwarna cerah hingga gelap (warnanya merah sampai merah hati). Rijang  terbentuk di laut dari hasil proses biologi (kumpulan organisme bersilika), atau dapat juga terbentuk dari proses diagenesis batuan karbonat.
4.2.2.3. Batubara
Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk secara organik. Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan,berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.
Sebelum terbentuk batubara, sebagai tahap awal atau batuan asalnya adalah gambut. Terdapat beberapa tahapan dalam pembentukannya dari gambut ke batubara dan dalam setiap tahapan ada proses  yang terjadi dan unik  yang tergantung pada banyak faktor.
Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumufikasi dan dalam keadaan tertutup udara (dibawah air), tidak padat, kandungan air >75% dan kandungan mineral <50% dalam kondisi kering.
Komponen penyusun batubara didominasi oleh komponen organik (tumbuhan atau hewan) dan sedikit komponen lain, seperti mineral. Unsur penyusun batubara terdiri dari C, H, O, N, S, P, dan unsur lain berupa air, gas abu, bagian lain yang mudah terbakar. Komponen penyusun betubara tersebut secara mikroskopis (petrografi) disebut maseral.
4.2.2.3.1. Tahap-Tahap Pendiskripsian
1.      Tekstur
            Batubara hanya mempunyai tekstur amorf.
2.   Porositas
            Kemampuan suatu batuan untuk menyerap air yang dibedakan atas porositas baik dan buruk.
3        Struktur batuan
            Struktur batuan pada batubara yaitu : Massive, Aliran dll.

4.2.2.3.2. Pembatubaraan (Coalification)
            Proses pembentukan batu bara dari mulai gambut pada dasarnya dapat dibagi atas dua proses, yaitu proses biokimia dan thermodinamika (Suprapto, 1996) :
1.      Proses atau tahap biokimia, adalah proses penghancuran oleh bakteri anaerobic terhadap bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan ) hingga terbentuk gel (seperti agar-agar ) yang disebut gelly. Bakteri anaerobic adalah bakteri yang hidup pada tempat cair yang kurang mengandung oksigen, seperti pada air kotor pada daerah rawa-rawa. Bakteri ini akan membusukkan atau memakan bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan).
2.      Proses atau Thermodinamika, yaitu proses perubahan dari gambut menjadi lapisan batubara oleh adanya panas dan tekanan juga adanya proses dari luar. Proses ini disebut sebagai proses pembatubaraan yaitu proses perkembangan gambut, lignit dan sub-bitominous coal menjadi antrasit dan meta-antrasit. Secara normal pematangan bahan organik akan menjadi semakin cepat bila endapannya terdapat lebih dalam atau disebabkan juga oleh adanya panas dari luar, seperti intrusi, sirkulasi hidrotermal, panas gesekan atau komplikasi tektonik, serta proses geologi seperti patahan atau lipatan. Tekanan mempunyai pengaruh yang lebih kecil di banding temperatur dan waktu. Tekanan akan berfungsi untuk mendapatkan bahan organik dan mengeluarkan kandungan air. Waktu sangat berpengaruh terhadap proses pembatubaraan. Waktu pemanasan yang lama, tingkat pembatubaraan yang dihasilkan akan lebih tinggi.

4.2.2.3.3. Dasar-dasar Penamaan
            Penamaan batubara didasarkan pada proses pembatubaraan dengan lamanya waktu pemanasan.
1.      Gambut (peat)
            Merupakan hasil dari proses pengendapan, pemampatan, dan pemadatan dari bahan-bahan pembentuk lapisan batuan. Kadar airnya tinggi, warnanya abu-abu kecoklatan sampai kuning dan jika dibakar warna apinya merah. Gambut merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya (tumbuhan asal).
2.   Lignit (brown coal)
            Memperlihatkan struktur kekar dan gejala perlapisan dengan kadar tanah sangat rendah. Porositas mulai menurun, bisa dilihat dari kandungan air (moisture concent) yang menurun dengan cepat selama proses perubahan dari gambut menjadi lignit. Sisa-sisa tumbuhan dan binatang lebih sedikit dari gambut, memperlihatkan adanya kekar atau retakan.
3.   Sub-Bituminous
            Sisa bagian tumbuhan tinggal sedikit dan memperlihatkan perlapisan. Ringan, dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan nilai kalori yang rendah.
4.   Bituminous
            Dicirikan oleh warnanya yang hitam dengan sifat yang padat dan tidak memperlihatkan perlapisan. Ringan, dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan temperatur sedang sampai tinggi.
5.      Antrasit
            Berwarna hitam, keras dengan kilap tinggi dan dicirikan oleh penurunan unsur H secara cepat. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru (warna apinya biru), dapat digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi. Ringan-sangat ringan, pecahannya concoidal (menyerupai pecahan kaca depan mobil).




















BAB V
BATUAN METAMORF

5.1. Tinjauan Umum Batuan Metamorf
Batuan metamorf ialah batuan yang sifatnya telah berubah selepas pembentukan asalnya melalui proses yang bertindak didalam bumi atau oleh jasad-jasad dari planet lain. Perubahan ini mungkin merangkumi perubahan didalam mineral yang membentuk batuan atau perubahan dalam berkaitan antara mineral tersebut, yaitu tekstur batuan.
Pembentukan batuan metamorf sangat kompleks, akibat bergerak lempeng-lempeng tektonik dan tumbukan fragmen-fragmen kerak, batuan terkoyak, tertarik, terlipat, terpanaskan dan berubah. Oleh karena perubahannya dalam keadaan padat, umumnya jejak-jejak bentuk awalnya masih dapat dikenali, meskipun telah mengalami perubahan lebih dari sekali. Batuan metamorf paling menarik diantara batuan lainnya, karena di dalamnya tersimpan cerita semua yang telah terjadi pada kerak bumi. Saat lempeng tektonik bertumbukan, terbentuklah batuan metamorf tertentu sepanjang batas lempeng. Sehingga dengan mempelajarinya, kita dapat mengetahui dimana batas benua sebelumnya, serta telah berapa lama tektonik berlangsung.

Proses Metamorfisme
              Proses metamorfisme adalah proses perubahan batuan yang sudah ada menjadi batuan metamorf karena perubahan tekanan dan temperatur yang besar. Batuan asal dari batuan metamorf tersebut dapat berupa batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf sendiri yang sudah ada. Kata metamorf sendiri adalah perubahan bentuk. Agen atau media  yang menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.
              Kadangkala proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, tapi hanya kekompakannya yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur sampai meleburkan batuan, maka proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses metamorfisme lagi, tetapi sudah menjadi proses aktivitas magma.
              Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Karena pembentukannya yang sangat jauh di bawah permukaan, maka proses pembentukan batuan metamorf sangat sulit dipelajari oleh geologiawan.
              Proses metamorfisme sering terjadi pada salah satu dari tiga fenomena pembentukan batuan metamorf.
               Pertama, pada proses pembentukan pegunungan, batuan yang menyusun suatu daerah yang luas, mengalami tekanan dan perubahan temperatur bersamaan dengan terjadinya deformasi pada batuan tersebut. Akibatnya terjadilah pembentuan batuan metamorf pada daerah yang sangat luas. Proses ini disebut dengan proses metamorfisme regional.
              Kedua, ketika batuan bersentuhan atau dekat dengan aktivitas magma, akan terjadi proses metamorfisme kontak. Pada proses ini perubahan disebabkan terutama oleh peningkatan temperatur yang sangat tinggi dari magma, sehingga terjadi efek pemanggangan (baking effect) pada batuan disekitar magma.
              Ketiga, merupakan proses metamorfime yang sangat jarang, terjadi perubahan sepanjang zona sesar. Pada proses ini batuan di sepanjang zona tersebut mengalami penghancuran menjadi material yang sangat halus yang disebut milonat, atau material yang kasar yang disebut breksi sesar, karena kenampakannya seperti breksi pada batuan sedimen. Proses ini disebut proses metamorfisme dinamik.
 

Agen Proses Metamorfisme
              Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.
 
Panas Sebagai Agen Metamorfisme
              Panas merupakan agen metamorfisme yang paling penting. Batuan yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami perubahan kalau mengalami pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma dari dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan ini tidak atau sedikit terlihat apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat permukaan bumi. Hal ini terjadi karena pada tempat tersebut panas dari magma sudah tidak terlalu berbeda dengan kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan yang demikian hanya akan terjadi proses pembakaran saja pada batuan yang disebut baking efect.
              Batuan yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami perubahan temperatur yang tinggi apabila batuan tersebut mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti telah diketahui bahwa temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman (gradien geothermal). Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan temperatur sekitar 30oC per kilometer. Pada pertemuan lempeng tektonik yang konvergen, batuan dapat mengalami pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam yaitu pada zona subduksi.
              Pada pemindahan yang tidak begitu dalam, hanya beberapa kilometer, mineral tertentu seperti mineral lempung menjadi tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral yang lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral lain yang umumnya dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme pada kedalaman sekitar 30 kilometer.
 
Tekanan Sebagai Agen Metamorfisme
              Tekanan seperti halnya temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Tekanan ini seperti tekanan gas, akan sama besarnya ke segala arah. Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini merupakan tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh pembebanan batuan di atasnya. Batuan akan mengalami tekanan juga pada waktu terjadinya proses pembentukan pegunungan atau deformasi. Pada keadaan ini batuan akan mengalami penekanan yang berarah, dan pemerasan.
              Batuan pada tempat yang dalam akan menjadi plastis pada waktu mengalami proses deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat permukaan bumi, batuan akan mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi. Hasilnya batuan yang bersifat rapuh (brittle) akan hancur dan menjadi mineral yang halus.
 
Proses Metamorfisme dan Aktivitas Larutan Kimia
              Larutan kimia aktif, umumnya air yang mengandung ion-ion terlarut, juga dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfisme. Pori-pori batuan pada umumnya terisi oleh air. Selain itu beberapa mineral hidrat mengandung air dalam struktur kristalnya. Bila terjadi penimbunan yang dalam pada batuan, air yang terdapat di dalam mineral akan ditekan keluar dari struktur kristalnya, dan akan memungkinkan terjadinya reaksi kimia. Air yang terdapat disekitar kristal merupakan katalisator terjadinya perpindahan ion.
              Mineral biasanya mengalami rekristalisasi untuk membentuk konfigurasi struktur kristal yang lebih stabil. Pertukaran ion pada mineral akan membentuk mineral-mineral yang baru. Perubahan mineral yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas, telah banyak dipelajari di beberapa daerah gunung api seperti Yellowstone National Park, AS. Disepanjang pematang pegunungan lantai dasar samudera, sirkulasi air laut pada batuan yang masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt yang berwarna gelap menjadi mineral-mineral metamorfisme seperti serpentin dan talk.

5.2. Klasifikasi Batuan Metamorf
Berdasarkan proses pembentukannya batuan metamorf dibedakan atas :
1.      Metamorfosa Regional (dinamo thermal)
·         Terjadi akibat adanya tekanan dan temperatur tetapi yang lebih dominannya adalah tekanan.
·         Meliputi daerah yang luas , jalur arogenesa ( Proses perubahan tekanan yang luas ).
·         Struktur yang sering / umum dijumpai adalah skistose , filitik.
2.      Metamorfosa Beban
·         Terjadi karena adanya pembebanan diatasnya( dominant dipengaruhi oleh tekanan ).
·         Komposisi mineralnya dominan atau umumnya berubah , sedangkan tekstur batuan asalny cenderung tetap.


3.      Metamorfosa Thermal/kontak
·         Terjadi akibat adanya peningkatan temperatur.
·         Pada umumnya terjadi disekitar instrusi batuan plutonik.
·         Tekstur yang dijumpai umumnya granoblastik dengan struktur non foliasi ( granulose / hornfelsik ).
4.      Metamorfosa Kataklastik
·         Terjadi disekitar zona besar.
·         Sering juga disebut dengan metamorfosa kinematik atau dislokasidinamik
·         Struktur sering dijumpai kataklastik , milonitik , filonitik.

5.3. Tahap Penamaan Batuan Metamorf
5.3.1.   Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur di batuan metamorf  ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar mineralnya, yang dibedakan atas:
1. Tekstur Kristaloblastik
Yaitu tekstur yang terbentuk dari proses metamorfosa, yang dibedakan atas:
a. Lepidoblastik : Terdiri dari mineral-mineral tabular atau pipih yang relatif  terorientasi, seperti mineral mika grup (muskovit, biotit).
b. Nematoblastik : Terdiri dari mineral-mineral prismatik yang relatif terorientasi, sepertimineral plagioklas, k-feldspar, piroksen.
c. Granoblastik : Terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional) yang relatif terorientasi, seperti mineral kuarsa. Biasanya memperlihatkan batas-batas sutura (tdak teratur) dengan bentuk mineral yang anhedral.
d. Porfiriblastik : Tekstur yang memperlihatkan beberapa mineral dengan ukuran lebih besar  dikelilingi oleh mineral yang lebih kecil (porfiritik).


2. Tekstur Palimset
Yaitu tekstur sisa atau tekstur yang masih memperlihatkan tekstur batuan asalnya, yang dibedakan atas:
a. Blastopsefitik : Tekstur yang memperlihatkan ukuran butir lebih besar dari pasir (gravel).
b. Blastopsamit : Tekstur dengan ukuran butir pasir (sand).
c. Blastopellitik : Tekstur dengan ukuran butir lempung (clay).
d. Blastoporfiritik : ekstur sisa dari batuan asal yang porfiritik.

Tekstur-tekstur lain pada batuan metamorf :
a. Heteroblastik : Bila batuan metamorf mempuyai lebih dari satu tekstur, seperti lepidoblastik dan granoblastik.
b. Homeoblastik : Bila batuan metamorf hanya mempunyai satu tekstur saja.

5.3.2.   Struktur Batuan Metamorf
Stuktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poli granular batuan tersebut, pembahasan struktur juga meliputi susunan bagian masa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian massa batuan serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut. Secara umum batuan metamorf dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.

1.   Struktur Foliasi
Struktur foliasi merupakan struktur terpenting dari batuan metamorf, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya orientasi dari mineral. Struktur foliasi dapat pula diartikan sebagai kenampakan struktur planar pada suatu batuan. Struktur foliasi umumnya terbentuk dari hasil metamorfosa dinamotermal, metamorfosa beban dan metamorfosa kataklastik. Struktur ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur foliasi ini mencakup :
a.       Struktur Slaty cleavage (slate), foliasi planar dijumpai pada bidang belahan. Umumnya terdiri dari mineral pipih dan sangat halus (mineral lempung). Nama batuannya disebut slate atau batu sabak.
b.      Struktur Phylitic (fhilit), struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage, tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular, namun belum begitu jelas dimana orientasi mineral pipih tidak menerus atau dipotong oleh mineral granular. Batuannya lebih kasar dan lebih mengkilap dibanding slate. Batuannya disebut Fhilit.
c.       Struktur Gneisosa (gneiss), terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk yang berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular dan prismatik (mineral feromagnesium). Penjajaran mineral pipih umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus, disebut juga open schiscosity. Batuan nya disebut Gneiss.

d.      Struktur Schistose (skiss), ditunjukkan oleh perulangan mineral-mineral pipih (Biotit, muskovit) dengan mineral-mineral yang berbutir granular (Kuarsa, Feldspard), dimanaorientasi mineral pipih dan granular secara menerus Selang-seling antara tekstur lepidoblastik dan granoblastik), disebut juga dengan close schistosity. Jadi adanya kesan sejajar dan penjajaran mineral, nama batuannya adalah Skiss.

2.   Struktur non-Foliasi
Struktur non-foliasi adalah struktur pada batuan metamorf dimana tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini umumnya terbentuk dari hasil metamorfosa kontak atau thermal, terdiri dari mineral-mineral yang berbentuk equidimensional atau mozaik dan tidak menunjukkan cleavage. Struktur ini mencakup :
1.      Struktur Hornfelsik, yaitu struktur yang dicirikan oleh adanya butiran-butiran mineral yang seragam.
2.      Struktur Granulose, struktur ini hampir sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran yang tidak sama besar.

5.3.3.   Bentuk Individu Mineral Batuan Metamorf
Bentuk mineral dari batuan metamorf yang terbentuk dalam fase padat dibedakan atas:
1.      Idioblastik, mineralnya berbentuk euhedral.
2.      Hypidioblastik, Mineralnya berbentuk subhedral.
3.      Xenoblastik atau Allotrioblastik, mineralnya berbentuk anhedral.


5.4. Dasar Penamaan Batuan Metamorf
Penaman batuan metamorf dapat didasarkan pada :
1.   Berdasarkan pada tekstur atau struktur. Contoh : batu sabak (slate), Filit, Gneiss, Skiss, granulit.
2.   Berdasarkan komposisi mineral penyusun yang dominan. Contoh : Kwarsit, Amphibolit, marmer (marbel).
3.   Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata “Meta” didepannya. Batuan ini adalah batuan yang baru mengalami metamorfosa sebagian. Contoh : Meta batu pasir, meta batu gamping, dll.












BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik mengenal cara terdapatnya, cara terbentuknya di pemukaan bumi, komposisi mineral, asal mula batuan, dan hubungannya dengan proses-proses geologi serta sejarah geologi petrografi.
2. Batuan beku adalah merupakan batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Berdasarkan hubungan antara tekanan dan temperatur serta komposisi SiO2, maka dikenal beberapa jenis bataan beku antara lain :
a.   Batuan beku asam, contohnya:
*        Fanerik : Granit dan granodiorit.
*        Afanitik : Rhyolit dan dasit.
b.   Batuan beku intermedier, contohnya:
*        Fanerik : Syenit dan diorit.
*        Afanitik : Trakit dan andesit.
c.   Batuan beku basa, contohnya:
*        Fanerik : Gabbro.
*        Afanitik : Basalt dan diabas.
d.  Batuan beku ultra basa, contohnya:
*        Fanerik : Serpentinit, piroksenit, peridotit, dan dunit.
*        Afanitik : Batuan beku ultra basa tidak mempunyai batuan yang bertekstur afanitik.
3.      Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik yang merupakan hasil dari letusan gunung api atau hasil erupsi gunung api, atau batuan beku yang oleh gunung api dilemparkan keluar dengan material penyusun dari batuan yang berbeda.

Contoh batuannya antara lain:
*        Berdasarkan fragmen piroklastiknya (Fisher,1966 dan Schmid,1981):
-  Aglomerat, breksi piroklastik, breksi tufa, tufa, dan tufa lapilli.
*        Berdasarkan material penyusun tufa (William, Turner, Gilbert,1954):
-  Tufa gelas, tufa kristal, tufa litik.

4.      Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan induk yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf, yang tertransportasi, tererosi, dan terlitifikasi ke tempat yang lebih rendah.
Jenis-jenis batuan sedimen adalah :
a.       Batuan sedimen klastik, contohnya:
*        Gravel : Konglomerat dan breksi.
*        Pasir : Batu pasir (sandstone).
*        Mud : Batu lanau (siltstone), batu lempung (claystone), Batu lumpur (mudstone), Batu serpih (shalestone).
b.      Batuan sedimen  non klastik, contohnya:
*        Batuan karbonat :
-          Biogenik limestone, kalsilutit, kalkarenit, kalsirudit  (A.W.Grabauw,1904).
-          Mudstone, wackstone, packstone, grainstone, bounstone, kristalin granular limestone (R.J.Dunham,1962).
-          Mikrokristalin limestone, allochemical limestone, biolithite (F.L.Folk,1959).
-          Framestone, bindstone, baffestone, floatstone, rudstone (Ebrie,Klovan,1975).
*        Batuan silica : Rijang (chert), diatom.
*        Batubara : Gambut (peat), lignit (brown coal), sub-bituminous, bituminous, antrasit.



5.      Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batu induk, bisa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf sendiri yang mengalami perubahan-perubahan mineral maupun struktur akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
Contoh batuannya antara lain:
*        Berdasarkan tekstur atau struktur : slate, gneiss, skiss, fhilit.
*        Berdasarkan mineral penyusun yang dominan : Marmer, Kwarsi, amphibolit.
*        Berdasarkan jenis bauan asal yang belum sepenuhnya termetamorfosa :   Meta batupasir, meta batugamping,dll.

5.2. Saran
Supaya praktikum petrologi dapat berjalan dengan baik dimasa mendatang, penulis menyaran kan agar fasilitas dilaboraturium petrologi diperlengkap lagi, misalnya dengan menambah contoh-contoh batuan karena batuan-batuan yang ada kurang lengkap.














DAFTAR PUSTAKA

 Bates, R.L., Jackson, J.A. Dictionary of Geological Terms.  Anchor Books,
    New  York : 1984.

Lismawaty, MT, Ir, Penuntun Praktikum Petrologi,ITM, Medan, 2004.

Mohamed, Kamal Ruslan, Sedimentologi, Geologi UKM, 2005.

Santoso, Djoko, Prof, Dr, Ir, MSc, Batuan dan Peta Geologi, ITB, Bandung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar