B AB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Petrologi
Petrologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang batuan, baik mengenal cara terdapatnya, cara terbentuknya
di pemukaan bumi, komposisi mineral, asal mula batuan, dan hubungannya dengan
proses – proses geologi serta sejarah geologi petrografi, yaitu mempelajari
cara pendeskripsian batuan berdasarkan tekstur, komposisi mineral dan susunan
kimianya. Ilmu yang mempelajari tentang asal usul batuan adalah petrogesa.
Dengan demikian,
maka dapat disimpulkan bahwa petrologi merupakan
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang batuan secara luas yang meliputi
petrografi dan petrogenesa.
Secara umum batuan
penyusun bumi dibedakan atas 4 kelompok , yaitu :
1.
Batuan Beku ( Igneous Rock )
Batuan beku adalah
suatu kumpulan dari mineral-mineral silikat yang mengkristal sebagai akibat
dari pada magma yang mendingin.
2.
Batuan Piroklastik
Batuan piroklas merupakan
batuan vulkanik yang bertekstur klastik dan hasil dari erupsi gunung api atau
batuan beku yang oleh proses gunung api, dilemparkan (eksplosif) dengan
material penyusun asal yang berbeda ( W.T. Huang, 1962 ) selanjutnya
material tersebut terendapkan dan tertransportasikan ( W.T.G , 1954 ). Hasil
letusan gunung api umumnya berupa produk efusif, yaitu berupa lava dan produk
eksplosif yang dapat berbentuk padat atau fragmental, gas dan cair. Batuan
piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi
vulkanik secara eksplosif.
3.
Batuan Sedimen ( Sedimentary Rock
)
Batuan sedimen merupakan
batuan yang terbentuk akibat litifikasi batuan dari hasil
rombakan, denudasi atau dari hasil reaksi kimia maupun hasil dari kegiatan
organisme. Batuan sedimen dibentuk dari batuan-batuan yang telah ada
sebelumnya. Tetapi karena pengaruh atau gaya-gaya dari luar bumi (pelapukan,
pengikisan oleh air, pengikisan oleh angin), maka batuan-batuan tersebut
dihancurkan, diangkut (oleh media air sungai dan angin) dan kemudian diendapkan
di tempat-tempat yang rendah letaknya (danau, sungai, laut).
4.
Batuan Metamorf ( Metamorphic
Rock )
Batuan metamorf merupakan
batuan yang sifatnya telah berubah selepas pembentukan asalnya
melalui proses yang bertindak didalam bumi atau oleh jasad-jasad dari planet
lain. Proses ini berlangsung
akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi, di atas 2000C
dan 300 Mpa, dalam keadaan padat.
Gambar 1.1 Siklus
pembentukan batuan
1.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dari pada praktikum ini adalah
untuk mengetahui dan menyelidiki secara fisik dari pada suatu batuan dan untuk
mengetahui sifat – sifat fisik dari batuan tersebut. Dalam hal ini dapat
mempermudah dalam pendiskripsian batuan tersebut, misalnya dengan melihat
tekstur, ukuran, butir, struktur, kemas mineral – mineral pembentuk batuan.
Adapun berbagai cara untuk menentukan atau mendiskripsikan suatu batuan kita
dapat menggunakan alat yang praktis dan mudah diketahui.
Tujuan dari praktikum petrologi
sendiri adalah untuk menentukan jenis batuan, nama batuan dan untuk mengetahui
proses pembentukan batuan. Hingga pada akhirnya kita dapat menentukan pemberian
atau penamaan batuan secara megaskopis dan selanjutnya dapat menafsirkan
genesanya.
Dalam
bidang pertambangan, pengetahuan mengenai petrologi sangat diperlukan. Karena dengan
menguasai petrologi, para ahli tambang akan dapat mengetahui dengan mudah
jenis-jenis batuan yang terdapat di lapangan (di alam).
BAB II
BATUAN BEKU
2.1 Tinjauan Umum Batuan Beku
Batuan beku adalah merupakan kumpulan
(agregate) mineral-mineral silikat dari hasil penghabluran magma yang mendingin
( W.T.Huang,
1962 ).
2.1.1
Magma
Magma adalah larutan silikat pijar
yang terbentuk secara alamiah, bersifat mobile, bersuhu 900oC - 1600oC
dari dasar kerak bumi atau dari selubung bumi atas bagian atas. Magma terdiri
dari unsur-unsur O, Si, Al, Fe, Mg, Na, Ca, K, senyawa berupa H2O,
CO2 dan berupa gas H2S, HCL, CH4, dan CO. Beberapa
dari bahan itu berupa volatil (gas) dan yang lainnya adalah non volatil,
terutama silikon oksida, Al, Fe, Ca, Mg, K dan Na.
Oksida-oksida tersebut dalam kombinasi
tertentu kemudian membentuk mineral-mineral yang sekarang kita jumpai di batuan
beku. Bahan-bahan tersebut untuk setiap jenis magma jumlahnya berbeda-beda dan
akibatnya batuan beku yang dihasilkan sebagai akibat pembekuan magma akan
berlainan pula.
Bila magma bergerak naik dan mendekati
permukaan, maka berarti bahwa keadaan tekanan dan temperatur akan berkurang.
Pengurangan suhu menyebabkan bahan-bahan non volatil mengkristal dalam
bentuk-bentuk kristal-kristal mineral.
Gambar
2.1. Proses Pembentukan Magma
2.1.2
Proses Pembekuan Magma.
Pada keadaan tertentu magma di dalam
bumi dapat naik dan mencapai permukaan bumi melalui rekahan-rekahan atau
peledakan gunung api. Magma yang keluar tersebut disebut dengan lava. Magma
tidak sama dengan lava, karena magma masih mengandung gas-gas dan unsur volatil
lainnya yang kemudian hilang pada waktu magma mencapai permukaan. Berdasarkan
atas komposisi mineral pembentuk batuan bervariasi, maka dapat disimpulkan
bahwa magma bervariasi juga.
Pada saat magma mengalami pendinginan
akan terjadi kristalisasi dari berbagai mineral utama yang mengikuti suatu
urutan atau metode yang umumnya di kenal sebagai Seri Reaksi Bowen.
|
Gambar 2.1. Seri Reaksi
Bowen
O
Discontinous
Series:
- Mineral terbentuk
secara tidak terus menerus. Pada suhu yang tinggi terbentuk mineral Olivin.
Kemudian suhu menurun terus menerus hingga terbentuk mineral Piroksen dimana
mineral Olivin sudah tidak terbentuk lagi. Begitu seterusnya sampai terbentuk
mineral Biotit.
- Di dominasi oleh mineral-mineral Mafik
(mineral gelap).
O
Continous
Series:
- Mineral terbentuk
secara terus menerus. Pada suhu yang tinggi terbentuk mineral Anortit (Plagioklas
Ca). Kemudian suhu terus menerus turun hingga terbentuk mineral Bitownit,
tetapi mineral Anortit masih terbentuk. Begitu seterusnya sampai terbentuk
mineral Albit.
- Disebut juga dengan kelompok Plagioklas.
- Didominasi oleh mineral Felsik (mineral
terang).
Sampai pada suhu yang rendah, mineral
Biotit dan mineral Albit saling bertemu dan terbentuklah kemudian mineral K.
Feldspar, Muskovit dan Kuarsa.
2.2. Komposisi Mineral
Menurut ( W. T. Huang 1962 ), komposisi
mineral pada batuan beku ada tiga kelompok , yaitu :
2.2.1
Mineral Utama ( Essential
mineral )
Merupakan
mineral–mineral yang terbentuk langsung dari kristalisasi magma, berdasarkan warna,
densitas ( H. William, 1982 ) dapat dikelompokkan menjadi :
~
Mineral Felsik, antara lain kwarsa, plagioklas, albit,
feldspar.
~
Mineral
Mafik, antara lain olivin, piroksin, amphibol, dll.
2.2.2
Mineral Sekunder ( Secondary
mineral )
Merupakan mineral – mineral tambahan
atau mineral ubahan dari mineral utama ( mineral hasil dari hasil kristalisasi
magma ) dapat juga hasil dari pelapukan, reaksi kimia atau hasil dari
metamorfosisme.
Contoh : kalsit, magnesit, siderit, kaolin, serpentin.
2.2.3
Mineral Tambahan
Merupakan
mineral – mineral yang terbentuk pada kristal – kristal magma, tetapi
kehadirannya dalam jumlah yang sedikit ( kurang dari 50 % ) dan tidak
menentukan nama, sifat batuan. Termasuk dalam golongan
ini antara lain : hematit, kromit, muskovit, magnetit.
2.3.Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah
kenampakan atau ciri batuan yang berkaitan dengan hubungan antara komponen
batuan baik yang kristalin maupun non kristalin dan dapat mencerminkan cara
terdapatnya ataupun cara pembentukan batuan. Hal tersebut di karenakan tekstur
batuan beku menunjukan derajat kristalisasi, ukuran butir atau ganularitas dan
fabrik (kemas).
1. Drajat Kristalisasi ( Degree
of cristalliniti )
Mencerminkan
proporsi antara komponen kristalin dengan non kristalin (amorf), dibedakan
atas:
a. Holokristalin, bila batuan di susun oleh
selurihnya kristal.
b. Hipokristalin atau merokristalin, bila batuan di
susun oleh sebagian kristal dan sebagian gelas.
c. Holohialin atau hipohialin atau merohialin atau mesohialin,
bila batuan di susun oleh seluruhnya gelas.
2. Ukuran Butir atau Granularitas
Ukuran butir pada
batuan beku di bedakan atas:
a. Fanerik, bila batuan mempunyai ukuran butir kasar,
di bedakan atas:
~
Fanerik
sangat kasar, bila diameter berukuran >3 cm
~
Fanerik
kasar, bila diameter berukuran 5mm-3 cm
~
Fanerik
sedang, bila diameter berukuran 1mm-5mm
~
Fanerik
halus, bila diameter berukuran <1mm
b. Afanitik, bila batuan mempunyai ukuran butir halus
hingga tidak dapat di bedakan dengan mata kasar.
3. Fabrik ( Kemas )
Merupakan tekstur
yang memperlihatkan hubungan geometri antara bentuk dan proporsi butir-butir
penyusun batuan.
Secara individu bentuk butir mineral di bedakan
atas:
a. Euhedral, bila mineral di batasi oleh bidang atau bentuk
kristal yang sempurna
b. Subhedral,bila mineral di batasi oleh sebagian
bidang atau bentuk kristalnya
c. Anhedral, bila mineral tidak di batasi oleh bidang
atau bentuk kristalnya
Sedangkan fabrik
kemas di bedakan atas :
a. Equigranular,
bila batuan disusun oleh butiran-butiran mineral yang relatif seragam, di
bedakan atas :
~
Panidiamorfik
granular, bila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk euhedral dan ukuran
butir relatif seragam.
~
Hipidiamorfik
granular, bila batuan di susun oleh mineral yang berbentuk subhedral dan ukuran
butir relatif seragam
~
Allotriamorfik
granular, bila batuan di susun oleh batuan yang berbentuk anhedral dan ukuran
butir relatif seragam
b. Inequigranular, bila batuan di susun oleh
butiran-butiran mineral yang relatif tidak seragam, Seperti :
~
Porfiritik
bila kristal/mineral yang berukuran besar (fenokris) tertanam dalam masadasar
(matriks) kristal-kristal yang berukuran lebuh halus.
~
Vitroferi,
seperti tekstur porfiritik, tetapi masadasarnya berupa gelas.
~
Gravik, tekstur yang umu pada batuan granitis
di mana kwarsa tumbuh bersama dengan K-felspar.
~
Ofitik, tekstur di mana mineral berukuran
besar di inklusi oleh mineral yang berukuran lebih kecil
~
Diabasik,
tekstur yang khas pada batuan diabas di mana fenokris plagioklas hadir secara
radial.
Catatan:
Untuk semua batuan beku dengan kemas inequigranular (porfiritik, Vitrofirik),
maka tekstur kemas Equigranular berlaku untuk masadasarnya
.
2.4. Struktur Batuan Beku
Secara umum
struktur merupakan tekstur dalam skala yang lebih luas yang dapat diamati di
lapangan, seperti : struktur aliran lava yang di bedakan atas pillow, ropy,
blocky lava maupun sheeting joint dan
columnar joint.
Dalam pelaksanaan praktikum
dimana pengamatan batuan hanya dilakukan pada contoh setangan (hand
speciement), maka penganmatan struktur akan sangat terbatas seperti :
a. Struktur masiv, di mana batuan tidak
memperlihatkan adanya struktur aliran atau struktur lain.
b. Xenolit, struktur di mana terdapat fragmen batuan
lain atausejenis di dalam Batuan beku.
c. Struktur rongga yang di bedakan atas :
~
Vesikuler, struktur
di mana terdapatnya lubang-lubang gas yang relatif teratur.
~
Scoria, struktur
di mana terdapatnya lubang-lubang gas yang tidak teratur.
~
Amikdoloidal,
Struktur di mana lubang-lubang gas yang di isi oleh mineral lain.
2.5 Klasifikasi Batuan Beku
Berbagai
klasifikasi telah ditemukan oleh beberapa ahli sehingga lubang – lubang suatu
batuan, pada klasifikasi–klasifikasi lain namanya. Dengan demikian, seorang ahli petrologi harus
benar–benar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada batuan beku antara
lain :
2.5.1. Klasifikasi Berdasarkan Tempat Terbentuknya:
2.5.1.1. Batuan Beku Lelehan
(Vulkanic Rock)
Merupakan batuan beku yang berasal dari permukaan dasar
magma pada permukaan bumi. Contoh: Andesit, Ryolit,
Basalt.
2.5.1.2. Batuan Beku Korok (Gang)
Merupakan
batuan yang berasal pada daerah antara batuan beku dalam dengan batuan beku
lelehan. Tekstur batuan beku korok umumnya
hypokristalin.
2.5.1.3.Batuan Beku Dalam (Plutonic Rock)
Merupakan batuan yang terbentuk atau
berasal dari dalam permukaan bumi, atau magmanya membeku sebelum mencapai
permukaan. Umumnya bertekstur
holokristalin. Contoh : Granit, Diorit.
2.5.2. Klasifikasi Berdasarkan Kandungan Silika SiO2
Klasifikasi
ini telah lama menjadi standar dalam geologi dan dibagi dalam empat bagian
golongan yaitu :
1. Batuan beku ultra basa, mengandung <
40% SiO2
2.
Batuan beku basa, mengandung 40
– 50% SiO2
3.
Batuan beku intermedier,
mengandung 50 – 66% SiO2
4. Batuan beku asam, mengandung lebih 66% SiO2
2.5.3. Klasifikasi Berdasarkan Mineralogi
1.
Batu Beku Asam
Batuan beku asam terbentuk dari hasil
pembentukan magma yang mempunyai kandunga kuarsa lebih dari 10% dan banyak
mengandung mineral yang berwarna terang ( felsik ) misalnya : kuarsa,
orthoklas, plagioklas.
Contuh batuan:
a. Fanerik (ukuran butir kasar), terbagi
atas:
o
Granit
(kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o
Granodiorit
(kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).
b. Afanitik (ukuran butir halus), terbagi atas:
o
Rhyolitik
(kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o
Dasit
(kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).
2.
Batuan Beku Intermedier
Batuan beku
intermedier merupakan batuan dari hasil pembekuan magma yang mempunyai
kandungan kwarsa 52 – 66 %.
Contoh batuan:
a. Fanerik (ukuran butir kasar), terbagi
atas:
o
Syenit
(kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o
Diorit
(kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).
b. Afanitik (ukuran butir halus), terbagi
atas:
o
Trakit
(kandungan orthoklas lebih besar daripada plagioklas).
o
Andesit
(kandungan plagioklas lebih besar daripada orthoklas).
3.
Batuan Beku Basa
Batuan beku basa mempunyai kandungan
kwarsa yang amat sedikit bahkan pada beberapa jenis kwarsa jarang hadir. Batuan
beku basa mempunyai warna gelap, karena hanya mengandung mineral gelap jadi
batuan tersebut dapat mudah dikenali.
Contoh batuan:
a. Fanerik (ukuran butir kasar), terbagi
atas:
o
Gabbro (plagioklas dan piroksen
melimpah,olivine mulai hadir).
b. Afanitik (ukuran butir halus), terbagi
atas:
o
Basalt (mempunyai struktur
rongga).
o
Diabas (mempunyai struktur
diabasik).
4.
Batuan Beku Ultra Basa
Batuan
beku ultra basa mempunyai kandungan kuarsa yang amat sangat sedikit (< 40% ) bahkan pada beberapa jenis kwarsa
jarang hadir. Batuan beku basa mempunyai warna gelap, karena hanya mengandung
mineral gelap jadi batuan tersebut dapat mudah dikenali. Semua batuan beku
ultra basa bertekstur fanerik.
Contoh batuan:
o
Serpentin
(warna hitam, kilap lemak,mineral utamanya serpentin).
o
Dunit
(warna hitam kehijauan, kilap lemak, mineral utamanya olivin).
o
Piroksenit
(warna hitam, kilap kaca, mineral utamanya piroksen).
o
Peridotit ( kandungan
piroksennya lebih dominan dari pada olivin).
2.5.4. Klasifikasi Yang dipakai
Di Laboratorium Petrologi
Pengamatan megaskopis
terutama dilakukan terhadap komposisi mineral dan kemas klasifikasi itu yang
dipakai mengikuti klasifikasi yang dikemukakan oleh yaitu berdasarkan kandungan
kuarsa bebas atau silika alkali feldspar dan plagioplas, serta mineral utama
yang lain.
2.5.5. Klasifikasi
Berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral
Tekstur adalah kenampakan
atau cirri batuan yang di berkaitan dengan hubungan antara komponen batuan baik
yang kristal maupun non Kristal dan
dapat mencerminkan cara terdapatnya atau pun cara pembentukan batuan.hal
tersebut di karenakan tekstur batuan beku menunjukan dfrajat kristalisasi,
ukusan butir atau ganuralitas dan fabrik (kemas)
1. Drajat Kristalisasi ( Degree of cristalliniit )
Mencerminkan
proporsi antara komponen kristalin dengan non kristalin (amorf), dibedakan atas
:
a. Holokristalin,
bila batuan di susun oleh seluruh kristal.
b. Hipokristalin/merokristalin,
bila batuan disusun oleh sebagia kristal dan sebagian gelas.
c. Holohialin/hipophialin/merohialin/mesohialin,
bila batuan disusun oleh seluruh gelas.
2. Ukuran butir atau Granularitas
Ukuran butir pada
batuan beku dibedakan atas :
a.
Fenarik, bila batuan mempunyai
ukuran butir ksar, dibedakana tas :
- Fanerik sangat besar, bila diameter berukruan > 3 cm
- Fanerik kasar, bila diameter berukuran 5 mm – 3 cm
- Fanerik sedang, bila diiameter berukuran 1 mm – 5 mm
- Fanerik halus, bila diameter berukur < 1 mm
b.
Afanitik, bila batuan mempunyai
ukuran butir halus hingga tidak dapat
dibedakan dengan mata kasar
3. Fabrik ( Kemas )
Merupakan tekstur
yang memperlihatkan hubungan geometri antara bentuk dan proporsi butir-butir
penyusun batuan.
Secara individu bentuk butir mineral dibedakan atas :
a.
Euhedral, bila mineral dibatasi
oleh bidang/bentuk kristal yang sempurna
b.
Subhedral, bila mineral
dibatasi oleh sebagian bidang/bentuk kristalnya
c.
Anhedral, bila mineral
tidak dibatasi oleh bidang/bentuk
kristalnya,
Sedangkan fabrik (kemas) dibedakan atas :
a.
Equigranular, bila batuan
disusun oleh butiran-butiran mineral yang relatif seragam, dibedakan atas :
- Panidiamorfik granular, bila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk euhedral dan ukuran butir relatif seragam.
- Hipidiamorfik granular, bila batuan disusun oleh mineral yang berbentuk sub hedral dan ukuran butir relatif seragam.
- Allotriamorfik granualr, bila batuan disusun oleh batuan yang berbentuk anhedral dan ukuran butir reltif seragam.
b.
Inequigranular, bila batuan
disusun oleh butiran-butiran mineral yang relatif tidak seragam, seperti :
- Porfiritik bila kristal/mineral yang berukuran besar (fenokris) tertanam dalam masa dasar (matriks) kristal-kristal yang berukuran lebih halus.
- Vitrroferi, seperti tekstur porfiritik, tetapi masa dasarnya berupa gelas grafik, tekstur yang umum pada batuan granitis dimana kwarsa tubuh bersama dengan K-felspar Ofitik, tekstur dimana mineral berukuran besar di inklusi oleh mineral yang berukuran lebih kecil.
- Diabasik, tekstur yang khas pada batuan diabas dimana fenokris plagioklas hadir secara radial.
Catatan : Untuk
semua batuan beku dengan kemas inequigranular ( porfiritik, Vitrofirik ),
mak tekstur kemas Equigranular berlaku untuk
masa dasarnya.
2.6. Tahap Penamaan Batuan
Dasar yang di gunakan untuk
penamaan/klasifikasi batuan beku yaitu berdasarkan komposisi mineral penyusun
batuan dan berdasarkan tekstur batuan.
Kedua kriteria tersebut tidak hanya berguna untuk pemerian (penamaan)
batuan tapi juga untuk asal kejadian batuan. Berdasarkan kedua hal tersebut ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan
seperti:
1.
Klasifikasi IUGS ( International Union of
Geologikal Sciences ), 1980, dibedakan atas batuan beku berstruktur kasar (fanerik) dan
berstruktur halus (Afanitik).
a. Untuk Tekstur Fanerik.
~
Batuan
bertekstur fanerik merupakan batuan beku yang ukuran butirnya dapat di amati
dengan mata biasa atau dengan loupe.
~
Penamaan
batuan dengan menggunakan diagram segi tiga double
(klasifikasi batuan secara umum), dan diagram segi tiga untuk kelompok batuan ultramafik, gabroik dan anortosit.
~
Dasar
penamaan batuan berdasarkan kehadiran mineral kuarsa (Q), Feldspartoid (F)
Alkali feldspar(A) dan plagioklas (P).
1. Cara Penamaan Batuan :
O Menghitung persentase kehadiran mineral utama,
dimana jumlah Q + A + P atau F + A + P harus 100%.
O Bila jumlah persentase mineral utama tidak 100%
maka jumlah mineral utama di hitung kembali untuk di 100%-kan.
O Plotkan harga persentase mineral utama ke dalam
diagram untuk mendapatkan nama batuan.
b. Untuk Tekstur Afanitik.
~
Batuan
umumnya berukuran halus < 1mm yang tidak dapat di amati oleh mata biasa ataupun dengan loupe, sehingga
persentase kehadiran mineralnya sulit atau tidak dapat ditentukan secara
megaskopis. Untuk menetukan persentase dan komposisi mineralnya dapat dibantu
dengan melihat warna dari batuan seperti warna terang menunjukan mineral felsik
dan warna gelap menunjukan mineral mafik.
~
Penamaan
batuan mengunakan diagram segitiga dan didasarkan pada kehadiran mineral utama
kuarsa (Q), Plagioklas (P),dan Alkali feldspar (F).
~
Cara penamaan
sama seperti cara penamaan untuk tekstur kasar.
2.
Klasifikasi untuk batuan beku plutonik
(Streckeisen, 1974) berdasarkan kehadiran
mineral kuarsa (Q), Plagioklas (P), Alkali feldspar (A), dan Feldspatoid
(F) dengan mengunakan segitiga rangkap (dobel).
3.
Klasifikasi menurut ( W.T. Huang 1954 ) berdasarkan
pada tekstur dan komposisi
batuan
beku.
4.
Klasifikasi berdasarkan komposisi mineral (dominan).
5.
Klasifikasi berdasarkan komposisi
SiO2 dan mineral.
2.6.1.
Tahap Penamaan Jenis Batuan Beku
Gambar 2.4. Klasifikasi Batuan
Beku Plutonik ( Streckeisen, 1974 )
Gambar 2.5. Klasifikasi
Batuan Beku untuk Tekstur Afanitik ( IUGS,
1973 )
2.6.2. Menentukan Nama Batuan Beku
TEKSTUR
NAMA SATUAN
|
|||||||
K
L
S
I
F
I
K
A
S
I
|
FANERIK
|
|
DIORIT
|
GABRO
|
PERIDOTIT
|
||
FANERI + FENOKRIS
|
GRANIT
PORFIRI
|
DIORIT
PORFIRI
|
GABRO
PORFIRI
|
||||
AFANITIK
|
RYOLIT
|
ANDESIT
(FELSIT)
|
BASAL
|
||||
AFANITIK + FENOKRIS
|
RYOLIT
PORFIRI
|
ANDESIT
PORFIRI
FELSIT PORFIRI
|
BASAL
PORFIRI
|
||||
VESIKULER
|
PUMICE
SCORIA
|
||||||
GELAS
|
OBSIDIAN
|
||||||
PIROKLASTIK
|
TUFA, BREKSI VULKANIK, AGLOMERAT
|
Gambar 2.6. Bagan untuk pengenalan dan klasifikasi
umum batuan beku bedasarkan komposisi mineral.
BAB III
BATUAN
PIROKLASTIK
3.1. Tinjauan Umum Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik adalah batuan
vulkanik yang bertekstur klastik dan merupakan hasil dari erupsi gunung api
atau batuan beku yang oleh proses gunung api, dilemparkan (eksplosif) dengan
material penyusun asal yang berbeda (W.T.Huang, 1962), selanjutnya
material tersebut terendapkan dan tertransportasikan ( W.T.G , 1954 ). Batuan
piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi
vulkanik secara eksplosif. Hasil letusan gunung api umumnya berupa produk
efusif, yaitu berupa lava dan produk eksplosif yang dapat berbentuk padat atau
fragmental, gas dan cair.
3.2. Material Penyusun Batuan Piroklastik
Komposisi
atau material penyusun batuan piroklastik berupa :
a.
Juvenil, merupakan material penyusun yang berasal dan
langsung dikeluarkan dari magma, terdiri
dari padatan, cairan dan kristal (mineral).
b.
Cognate, dimana material penyusunnya berupa material
hablur (hasil kristalisasi magma) dari letusan sebelumnya.
c.
Accidentil, material penyusunnya berupa bahan hamburan
dari batuan non gunung berapi atau dari batuan dasar yang beragam komposisinya
baik berupa batuan beku, sedimen atau batuan metamorf.
Material-material
penyusun batuan piroklastik tersebut hadir dalam bentuk fragmen-fragmen
(piroklas) dari letusan gunung berapi secara langsung. Fragmen piroklastik
berdasarkan ukuran butirnya oleh Fisher ( 1961 ) dan Scimid
( 1981 ) dibedakan atas tiga:
a.
Bom dan blok, fragmen piroklastik berukuran > 64 mm
b.
Lapilli, fragmen piroklastik berukuran 2 - 64 mm dapat
berupa juvenil, cognate, maupun accidentil.
c.
Ash, fragmen piroklastik berukuran 2 - 1/256 mm.
Dalam
pendiskripsian batuan piroklastik, komposisi batuannya berdasarkan proporsi
ukuran butir penyusun batuan yang dibedakan atas :
a.
Butiran, merupakan fragmen yang berukuran relatif lebih
kasar, dapat berupa juvenil, coqnate, accidentil.
b.
Matrik (massa dasar), merupakan fragmen yang berukuran
lebih halus. Dapat berupa juvenil, coqnate, accidentil.
3.3. Endapan Piroklastik
Mekanisme
pembentukan endapan fragmen piroklastik dapat dibedakan atas:
1.
Endapan
piroklastik jatuhan (pyroclastic fall),
merupakan endapan piroklastik yang diendapkan melalui udara yang dikontrol oleh
gravitasi. Penyebaran menutupi topografi dan umumnya
berlapis atau bersortasi baik.
2.
Endapan piroklastik aliran (pyroclastic flow), merupakan endapan
piroklastik hasil aliran langsung dari pusat erupsi berupa hot avalanche,
glowing avalanche dan hot ash avalanche yang bersuhu 5000 C – 6500
C. Penyebaran dan bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, bagian
bawahnya memperlihatkan batas morfologi asalnya sedangkan atasnya umumnya
datar.
3.
Endapan piroklastik surge (pyroclastic surge), merupakan endapan
piroklastik hasil percampuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai
rapat massa
rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan.
Menunjukkan perlapisan yang acak atau low-angle stratification.
3.4. Tekstur Batuan Piroklastik
Dalam
mendiskripsian batuan piroklastik kita harus melihat bagaimana cara atau proses
pembentukannya, maka kita dapat mengetahui tekstur batuan piroklastik yang
terbagi atas : Ukuran butir, Bentuk butir atau kebundaran, pemilahan, kemas.
1. Ukuran butir, dapat berukuran
bom,blok,lapilli atau ash.
2. Bentuk atau kebundaran, yaitu bentuk
permukaan butir yang dibedakan atas :
~
Menyudut (Angular)
~
Menyudut Tanggung (Sub Angular)
~
Membundar Tanggung (Sub Rounded)
~
Membundar (Rounded)
~
Sangat Membundar (Well Rounded)
3.
Sortasi atau pemilahan dibedakan atas :
~
Sortasi baik, bila ukuran butir penyusun batuan
relatif seragam.
~
Sortasi buruk, bila ukuran butir penyusun batuan
relatif tidak seragam.
4.
Kemas, menunjukan hubungan antar butir, dibedakan atas
:
~
Kemas terbuka, bila kontak antar butiran tidak
saling bersentuhan.
~
Kemas tertutup, bila kontak antar butiran saling
bersentuhan.
3.5. Struktur Batuan Piroklastik
Struktur
batuan piroklastik pada prinsipnya sama dengan struktur batuan beku, seperti
struktur skoria, vesikuler, massive maupun amikdoloidal maupun struktur batuan
sedimen, yaitu struktur perlapisan graded bedding atau cross bedding.
3.6.Tahap Penamaan Batuan Piroklastik
Klasifikasi
penamaan batuan piroklastik secara umum dibedakan atas :
1.
Klasifikasi berdasarkan fragmen piroklastiknya ( Fisher,
1966 dan Schimid, 1981 ) yaitu :
~
Anglomerat, bila batuan disusun oleh fragmen
piroklastik dominan berupa bom yang berukuran > 64 mm.
~
Breksi piroklastik, bila batuan disusun oleh
fragmen piroklastik dominan berupa blok yang berukuran > 64 mm.
~
Breksi tufa, bila batuan disusun oleh
percampuran fragmen piroklastik blok maupun ash.
~
Tufa, bila batuan disusun oleh fragmen
piroklastik berupa ash dan lapilli dimana ash lebih dominan.
~
Tufa lapilli, bila batuan disusun oleh fragmen
piroklastik berupa lapili dan ash dimana lapilli lebih dominan. Oleh Schimid
( 1981 ), tufa lapili disebut juga lapilli.
Size
(mm)
|
Wentworth William
1932
|
Twen Hofel
1950
|
Fisher
1961
|
256
128
64
32
10
8
4
2
0.5
0.250
0.125
0.0825
|
Blocks =
Volcanik breccia
Bomb = anglomerat
Lapili
= Lapili tuff
Coarse
ash = Fine ash
Fine ash (Fine tuff)
|
Bombs
Lapili
Coarse
ash
Fine ash
|
Coarse Blocks
and
Fine Bomb
Lapili
Coarse
ash
Fine ash
|
Tabel
3.1. Klasifikasi batuan piroklastik
oleh Wentworth, Wlliam (1932), Twen Hofel
(1950), Fisher (1961)
2.
Klasifikasi untuk tufa, berdasarkan pada material
penyusun tufa ( W.T.G,1954 ) dibedakan atas :
~
Tufa gelas, tufa yang dominan disusun oleh
material gelas.
~
Tufa kristal, tufa yang dominan disusun oleh
material kristal.
~
Tufa litik, tufa yang dominan disusun oleh
material litik.
Batuan
Piroklastik yang terbentuk melalui ekstrusif mengalami pelapukan, kemudian
tererosi dan tertransportasi kedaerah cekungan dan terendapakan membentuk
sedimen tufa yang disebut dengan “ Batuan Epiklastik “.
Geologi
institut (1975), Carrozzi mengatakan batuan epiklastik adalah : Batuan yang
bahan penyusunnya berasal dari pelapukan batuan Vulkanik, termasuk juga batuan
piroklastik serta bahan hasil jatuhan piroklastik yang terangkat sebelum
mengalami pelapukan.
Gambar 3.2. Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan Fragmen Piroklastik
(Fisher, 1966)
BAB IV
BATUAN SEDIMEN
4.1. Tinjauan Umun Batuan
Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk akibat litifikasi batuan dari hasil rombakan, denudasi atau dari
hasil reaksi kimia maupun hasil dari kegiatan organisme. Batuan sedimen
terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya (batuan beku, batuan
metamorf, batuan sedimen). Tetapi oleh karena gaya-gaya atau kekuatan dari luar
bumi (pelapukan, pengikisan air, pengikisan angin), maka batuan-batuan tersebut
dihancurkan, diangkut (oleh madia air sungai dan angin) dan kemudian diendapkan
di tempat-tempat yang rendah letaknya (danau, laut, lautan, rawa-rawa, sungai).
Mula-mula batuan tersebut berada dalam keadaan lunak, akan tetapi oleh proses
diagenesis (proses pembatuan), maka endapan-endapan tersebut akan menjadi
keras.
Gambar 4.1. Grand Canyon
Batuan sedimen digolongkan terutama berdasarkan pada tekstur dan struktur
yang terlihat pada kenampakan lapangan. Komposisi fragmen dan komposisi butir
lainnya akan dapat memperinci penggolongan batuan tersebut menjadi jenis-jenis
batuan sedimen.
Material atau komponen penyusun batuan sedimen :
1. Material detritus (Allogenik), sebagai
hasil rombakan yang terbentuk dari luar daerah sedimentasi, terdiri dari :
~
Fragmen
mineral atau kristal, seperti mineral silikat, yaitu kwarsa felspar, mineral
lempung, dll.
~
Fragmen
batuan yang berukuran kasar hingga halus.
2. Material Autogenik, terbentuk didaerah sedimentasi atau cekungan
sebagai hasil proses kimiawi atau biokimia, seperti kalsit, gipsum, halit, gloukonit,
oksida besi, dll.
4.2.
Klasifikasi Batuan Sedimen
Proses pembentukan batuan sedimen
akan tercermin dari tekstur atau struktur yang dihasilkan atau dengan kata lain
dari tekstur akan dapat diinterpretasikan genesa atau proses pembentukan batuan
sedimen. Berdasarkan tekstur (genesanya) batuan sedimen dapat dibedakan atas :
1. Batuan sedimen Klastik, umumnya terbentuk
dari hasil rombakan secara fisika.
2.
Batuan sedimen Kristalin atau
batuan sedimen non klastik, dibedakan atas :
~
Batuan yang terbentuk oleh
proses kimia, seperti endapan fosfat, rijang, dll.
~
Batuan yang terbentuk oleh
proses organik atau biokimia, seperti batu gamping, batu bara, dll.
4.2.1. Batuan
Sedimen Klastik
Merupakan batuan sedimen yang
terbentuk dari pengendapan kembali pecahan-pecahan batuan asal. Batuan asal dapat
berupa batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen, baik pelapukan kimia
dan pelapukan fisika, fragmen asal ini kemudian tererosi dan tertransportasi
menuju suatu cekungan dan kemudian diendapkan.
Konglomerat
Breksi
Gambar 4.2. Batuan sedimen klastik
Setelah
pengendapan berlangsung sedimen mulai mengalami proses diagenesis, yakni proses
perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen
selama atau setelah terjadi litifikasi W.T.Huang (1962). Proses-proses diagenesa meliputi :
1.
Kompaksi sedimen, umumnya
terjadi akibat beban sedimen yang ada di atasnya, menyebabkan hubungan antar
butir menjadi lebih lekat dan juga air yang dikanding dalam pori-pori terperas
keluar.
2.
Sementasi, yaitu proses dimana
butiran-butiran sedimen direkat oleh material lain yang terbentuk kemudian,
dapat berasal dari air tanah atau pelarutan mineral-mineral dalam sedimen itu
sendiri. Material semennya dapat berupa karbonat, silika atau oksida besi.
3.
Rekristalisasi, timbul karena
proses kompaksi yang tidak sempurna dimana air dalam rongga tidak dapat diperas
keluar seluruhnya oleh kompaksi, sehingga air yang tertinggal akan mengalami
suatu proses rekristalisasi. Rekristalisasi umum terjadi pada batuan karbonat.
4. Autogenik, yaitu Pembentukan mineral baru dilingkungan diagenetik
sehingga adanya mineral tersebut merupakan pertikel baru dalam suatu batuan
sedimen. Mineral autogenik
yang umum diketahui adalah karbonat, silika, klorit, gipsum.
5.
Replecement, merupakan proses
perubahan mineral-mineral asli oleh berbagai mineral autogenetik, tanpa
pengurangan volume asal dan terbentuk pada temperatur rendah. Contoh :
Dolomitisasi.
4.2.1.1.
Tahap-Tahap Pendiskripsian
Dalam mendiskripsian batuan sedimen
kita harus melihat bagaimana cara atau proses pembentukannya, maka kita dapat
mengetahui tekstur batuan sedimen yang terbagi atas : Ukuran butir, Bentuk atau
kebundaran, pemilahan, kemas, porositas, kekompakan.
Tekstur Batuan
Sedimen Klastik :
1.
Ukuran butir (Grain size)
Pemberian ukuran butir mengacu pada skala Wentworth dengan cara
melihat ukuran butir-butir mineral dalam suatu batuan. Ukuran tersebut dapat berupa Gravel, Sand (pasir)
dan Lempung atau lumpur (mud).
Tabel 4.1. Pembagian ukuran butir menurut skala Wentwort.
2.
Bentuk atau tingkat kebundaran (Roundness)
Tingkat kebundaran dikontrol oleh transportasi dan bentuk
kebundaran ini tergantung pada bentuk dari material atau mineral asalnya. Jadi
pemberian untuk kebundaran adalah dengan melihat sifat permukaan dari butiran,
dibedakan atas :
~
Menyudut (Angular)
~
Menyudut Tanggung (Sub Angular)
~
Membundar Tanggung (Sub Rounded)
~
Membundar (Rounded)
~
Sangat Membundar (Well Rounded)
3.
Pemilahan (sortasi)
Merupakan tingkat keseragaman ukuran butir penyusun batuan, dibedakan
atas:
~
Terpilah sangat baik (Very well sorted)
~
Terpilah baik (well sorted)
~
Terpilah sedang (Moderatly sorted)
~
Terpilah buruk (Poorly sorted)
~
Terpilah sangat buruk ( Very Poorly sorted)
4.
Kemas
Menyatakan hubungan antar butir penyusun batuan, dimana hal
ini dikontrol oleh tingkat diagenesa yang dialami batuan, dan dibedakan atas :
~
Kemas terbuka, bila kontak antar butir tidak
bersentuhan.
~
Kemas tertutup, bila kontak antar butiran saling
bersentuhan.
5.
Porositas
Dimaksudkan dalam tingkat atau kemampuan dalm menyerap air,
dibedakan atas:
Ø
Porositas baik, bila mampu menyerap air.
Ø
Porositas buruk, bila tidak menyerap air.
Ø Porositas sedang, Bila diantara mampu dan
tidak menyerap air.
6.
Kekompakan
Kekompakan juga dikontrol
oleh tingkat diagenesa, menyatakan tingkat kekuatan bila dikenai beban dan dibedakan
atas : mudah diremas, getas, kompak, lunak, padat, keras, dll.
Struktur Pada Batuan Sedimen Klastik :
1.
Perlapisan (Beds)
~
Perlapisan, tebal antara 1cm -
3m
~
Laminasi, ketebalan antara <
0,3cm - < 1cm
~
Cross Lamination (Cross beds)
~
Graded bedding
~
Convolute Lamination
~
Injection structures (Sand -
Dikes)
Convolute lamination Cross
lamination Gradded
bedding
Gambar 4.3. Struktur
perlapisan
2.
Struktur permukaan
~
Massive (structureless)
~
Ripple Marks atau Current
Ripple
~
Mud Cracks
~
Erosional Mark
Gambar 4.4. Struktur Permukaan
3.
Struktur dalam
~
Load Casts
~
Flute Casts
~
Groove Casts
~
Organic Structure
Load casts Flute
casts
Gambar 4.5.
Struktur dalam
Komposisi
Penyusun Batuan
Berdasarkan
proses pembentukan batuan sedimen klastik, maka komposisi batuannya dapat
dibagi atas fragmen, matrik dan semen. Pemisahan tersebut
semata-mata hanya berdasarkan perbandingan ukuran butiran penyusun suatu
batuan, dimana:
1. Fragmen, ukuran butir penyusun yang paling
besar, sebagai material detritus.
2. Matrik, ukuran butir penyusun sedang,
sebagai material detritus.
3. Semen, terbentuk pada saat diagenesa atau
sesudah proses diagenesa dan berperan sebagai pengikat antar butiran. Yang umum
berperan sebagai semen adalah silica, kalsit, oksida besi.
Dasar-Dasar Penamaan Batuan Sedimen
Klastik
Secara umum penamaan batuan sedimen
didasarkan pada ukuran butir selain juga memperhatikan komposisi mineral
penyusunnya, guna penentuan variasi masing-masing batuannya. Untuk itu dalam penamaan
batuan sedimen dapat digunakan skala
Wentwort yaitu :
Tabel 4.2. Penamaan batuan sedimen klastik
berdasarkan ukuran butir
Ukuran butir
|
Nama batuan
|
Gravel
|
Konglomerat(bila bentuk
fragmen atau butiran membulat)
Breksi (bila bentuk fragmen
atau butiran menyudut)
|
Pasir
|
Batupasir (sandstone)
|
Mud
|
Batulanau (siltstone)
Batulempung (claystone)
Batulumpur (mudstone)
Batuserpih (shalestone)
|
Untuk penamaan batuan sedimen yang
lebih detail, digunakan diagram segitiga, oleh (Picard M.D, 1971)
dan (Folk, 1954), dimana penamaannya
berdasarkan atas persentase dari masing-masing ukuran butir penyusun batuan.
Gambar 4.6.
Penamaan batuan sedimen berdasarkan ukuran butir sand-clay-silt (M.D.Picard).
Gambar 4.7.
Penamaan batuan sedimen berdasarkan ukuran butir mud-gravel-sand (Compton,1962).
Menurut William at all (1954),
Variasi batupasir diperoleh dengan menggunakan diagram segitiga Q, F, L, dimana
Q berupa kuarsa, Chert dan fragmen kwarsit, F berupa feldspar dan L berupa
mineral tidak stabil dan fragmen batuan. Diagram Q, F, L, ini digunakan bila batupasirnya tidak mengandung atau
mengandung matrik berupa mineral lempung < 5%.
4.2.2. Batuan
Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen non klastik adalah
batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau hasil kegiatan
organisme.Batuan sedimen kristalin atau batuan sedimen non klastik, berdasarkan
proses pembentukannya dipisahkan atas :
1.
Batuan yang terbentuk oleh
proses kimia, contohnya batu gamping, endapan bijih besi, endapan fosfat,
rijang, dan endapan evaporit.
2.
Batuan yang terbentuk oleh
proses organik/biokimia, contohnya batu gamping terumbu, batubara, dan
diatomea.
Secara umum material atau komponen penyusun batuan
sedimen kristalin didominasi oleh material autogenik, terbentuk oleh proses
presipitat.
4.2.2.1. Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan yang
tersusun oleh garam-garam karbonat. Batuan ini terbentuk dari tiga cara, yaitu secara mekanik, kimia, maupun
organik. Komposisi mineral
penyusun utamanya adalah kalsit, aragonit, dolomit, kadang juga hadir siderit
dan magnesit.
Gambar 4.8.
Batuan karbonat
Secara umum unsur tekstur atau material penyusun batu
gamping dibedakan atas:
~
Butiran atau kerangka
~
Semen
~
Massa dasar
Dari
tekstur tersebut akan memberikan pengertian mengenai proses sedimentasi dan
diagenesa dalam pembentukan batuan, seperti :
1. Adanya kerangka atau butiran yang kasar
menunjukkan energi mekanis yang telah mengendapkannya.
2. Adanya massa dasar diantara butir-butir
menunjukkan tingkat efektivitas energi mekanis yang bekerja dalam memilah
unsur-unsur gamping.
3. Sifat kehabluran memberikan gambaran
tentang proses-proses diagenesa yang telah dialami batuan sejak diendapkan.
Secara umum dari tekstur tersebut diatas, maka
dalam pendiskripsian tekstur batuan karbonat diharapkan dapat digunakan untuk
menafsikan lingkungan
pengendapan, terutama energi mekanis atau gelombang yang bekerja dalam
lingkungan pengendapannya.
4.2.2.1.1.
Tahap-Tahap Pendiskripsian
Pendiskripasian tekstur karbonat adalah sbb :
1. Butiran/kerangka
~
Kerangka organik, merupakam
struktur tumbuh dari gamping, sebagai bangunan-bangunan yang tak lepas, sebagai
proses alamiah dari organisme dan membentuk jaringan. Disebut juga skletal atau
frame builder ( Nelson, et all ).
~
Bioklastik, terdiri dari
fragmen-fragmen atau cangkang-cangkang binatang yang lepas-lepas ( klas ),
seperti cocquina, foraminifera, koral, dll.
~
Intraklastik, ( fragmen non
organik ), dibentuk ditempat ataupun ditranspor sebagai hasil fragmentasi dari
batuan atau sedimen gamping sebelumnya.
~
Chemiklastik ( non fragmenter
), merupakan butir-butir yang dibentuk ditempat sedimentasi karena proses
coagulasi, akresi, penggumpalan, dll.Contoh : oolite, pisolite, dan sebagainya.
2. Semen
~
Terdiri
dari hablur-hablur kalsit yang jelas.
~
Disebut spar atau spary calcite
(
Folk, 1952, 1962 ).
~
Terbentuk pada saat diagenesa
pengisian rongga-rongga oleh larutan, yang mengendapkan kalsit sebagai hablur
yang jelas.
~
Sukar
dibedakan dengan kalsit hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus dan
disebut microspar.
3.
Massa
Dasar
~
Merupakan
butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada
waktu sedimentasi.
~
Bisanya
berukuran sangat halus, sehingga bentuk-bentuk kristal tidak dapat
diidentifikasi.
~
Dibawah
mikroskop kenampakan hampir kompak.
~
Kehadiran
matriks diantara butiran-butiran menunjukkan lingkungan pengendapan air yamg
tenang. Dapat dihasilkan dari :
§ Pengendapan langsung secara kimiawi/biokimia, sebagai jarum aragonit
yang kemudian berubah menjadi kalsit.
§ Merupakan hasil abrasi dari gamping yang
telah terbentuk. Misalnya koral, algae dierosi dan abrasi kembali oleh
pukulan-pukulan gelombang dan merupakan tepung
kalsit, dimana tepung kalsit tersebut membentuk lumpur ( lime mud ) dan
umunya diendapkan di daerah yang tenang.
4.
Ukuran Butir
Untuk ukuran
butir dapat mengacu pada klasifikasi menurut Wentwort, F.L.Folk maupun A.W.Grabauw.
5. Bentuk
Butir
Untuk penentuan atau penafsiran energi
dalam lingkungan pengendapan. Bentuk untuk
masing-masing jenis kerangka dibedakan atas :
a.
Bioklastik, dibedakan atas :
~
Hasil telah terabrasi atau bundar
~
Cangkang-cangkang yang utuh
atau fragmen kerangka yang utuh atau bekas pecahan jelas.
b.
Chemiklastik, dibedakan atas :
~
speroidal
~
ooid, dsbnya.
6.
Porositas
Kemampuan suatu mineral untuk menyerap air yang
dibedakan atas :
a.
Porositas baik
b.
Porositas buruk
4.2.2.1.2.
Dasar-Dasar Penamaan
Dasar
penamaan batuan ini dapat menggunakan beberapa klasifikasi yang ada, antara
lain :
a.
Klasifikasi Folk
(1959)
Dibedakan pada jenis butiran maupun lumpur
karbonatnya dan secara umum dibedakan atas:
-
Allocemical/butiran
dengan lumpur karbonatnya sparit/sparry.
-
Allochemical/butiran
dengan lumpur karbonatnya mikrit.
-
Batugamping
yang disusun dominan kristal-kristal kalsit, disebut mikrit.
-
Batugamping terumbu, disebut
biolitit.
b.
Klasifikasi A.W.Grabauw
(1904)
1. Batugamping organik atau biogenik,
terutama terdiri dari fosil utuh yang
belum berpindah dari habitatnya.
2. Batugamping klastik, jenus batugamping ini
dibedakan berdasarkan ukuran butirnya, yaitu:
~
Calcirudite, ukuran diatas 2mm
(Gravel)
~
Calcarenite, ukuran antara
2-1/16mm (Pasir)
~
Calcilutite, Ukuran dibawah
1/16mm (Mud)
c.
Klasifikasi R.J.Dunham
(1962)
Pembagiannya
didasarkan padaproporsi antara lumpur karbonat terhadap butiran.
~
Batuan
disusun oleh lumpur karbonat, yaitu mudstone (butiran < 10%) dan wackstone
(butiran > 10%).
~
Batuan
yang didukung oleh butiran, yaitu packstone (butiran tidak saling kontak) dan
grainstone (butiran saling kontak).
~
Batuan yang disusun dominan
fosil atau kerangka organik, disebut bountstone.
~
Batuan yang kristalin.
d.
Klasifikasi Ebrie
dan Klovan (1971) :
~
Rud stone
~
Float stone
~
Frame stone
~
Bind stone
~
Baffe stone
4.2.2.2. Batuan Silika
Batuan silika terdiri dari silika (SiO2) yang dominan. Batuan ini
berasal dari proses kimia dan atau biokimia, yaitu terbentuk dari hasil
kumpulan organisme silika seperti diatom, radiolaria dan sponges. Batuan silika dapat berasal dari batuan
karbonat apabila berlaku tindak balas kimia silika mengganti kalsium karbonat.
Contoh batuan:
o
Diatom:
Kenampakannya seperti kapur. Terbentuk di danau dari organisme
planktonik mikroskopik diatomea. Hampir menyerupai kaolinit. Porositasnya baik.
Warnanya putih, sangat ringan (lebuh ringan dari lempung).
o
Rijang (chert):
Merupakan batuan yang sangat keras dan tahan
terhadap proses luluhawa. Strukturnya masif atau berlapis, terdiri dari mineral
kuarsa mikrokristalin, berwarna cerah hingga gelap (warnanya merah sampai merah
hati). Rijang terbentuk di laut dari
hasil proses biologi (kumpulan organisme bersilika), atau dapat juga terbentuk
dari proses diagenesis batuan karbonat.
4.2.2.3.
Batubara
Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk secara organik. Batubara
merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari
tumbuhan,berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses
fisika dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.
Sebelum terbentuk batubara, sebagai tahap awal atau batuan asalnya adalah
gambut. Terdapat beberapa tahapan dalam pembentukannya dari gambut ke batubara
dan dalam setiap tahapan ada proses yang
terjadi dan unik yang tergantung pada
banyak faktor.
Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari
tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumufikasi dan dalam
keadaan tertutup udara (dibawah air), tidak padat, kandungan air >75% dan
kandungan mineral <50% dalam kondisi kering.
Komponen penyusun batubara didominasi oleh komponen organik (tumbuhan atau
hewan) dan sedikit komponen lain, seperti mineral. Unsur penyusun batubara
terdiri dari C, H, O, N, S, P, dan unsur lain berupa air, gas abu, bagian lain
yang mudah terbakar. Komponen penyusun betubara tersebut secara mikroskopis
(petrografi) disebut maseral.
4.2.2.3.1. Tahap-Tahap Pendiskripsian
1.
Tekstur
Batubara hanya mempunyai tekstur amorf.
2. Porositas
Kemampuan suatu
batuan untuk menyerap air yang dibedakan atas porositas baik dan buruk.
3
Struktur batuan
Struktur batuan pada batubara yaitu :
Massive, Aliran dll.
4.2.2.3.2. Pembatubaraan
(Coalification)
Proses pembentukan
batu bara dari mulai gambut pada dasarnya dapat dibagi atas dua proses, yaitu
proses biokimia dan thermodinamika (Suprapto, 1996) :
1. Proses atau tahap biokimia, adalah proses penghancuran oleh bakteri anaerobic terhadap bahan
kayu-kayuan (sisa tumbuhan ) hingga terbentuk gel (seperti agar-agar ) yang
disebut gelly. Bakteri anaerobic adalah bakteri yang hidup pada tempat cair
yang kurang mengandung oksigen, seperti pada air kotor pada daerah rawa-rawa. Bakteri ini akan membusukkan atau memakan
bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan).
2. Proses atau Thermodinamika, yaitu proses perubahan dari gambut menjadi lapisan batubara oleh adanya
panas dan tekanan juga adanya proses dari luar. Proses ini disebut sebagai
proses pembatubaraan yaitu proses perkembangan gambut, lignit dan sub-bitominous
coal menjadi antrasit dan meta-antrasit. Secara normal pematangan bahan organik
akan menjadi semakin cepat bila endapannya terdapat lebih dalam atau disebabkan
juga oleh adanya panas dari luar, seperti intrusi, sirkulasi hidrotermal, panas
gesekan atau komplikasi tektonik, serta proses geologi seperti patahan atau
lipatan. Tekanan mempunyai
pengaruh yang lebih kecil di banding temperatur dan waktu. Tekanan akan
berfungsi untuk mendapatkan bahan organik dan mengeluarkan kandungan air. Waktu
sangat berpengaruh terhadap proses pembatubaraan. Waktu pemanasan yang lama,
tingkat pembatubaraan yang dihasilkan akan lebih tinggi.
4.2.2.3.3.
Dasar-dasar Penamaan
Penamaan
batubara didasarkan pada proses pembatubaraan dengan lamanya waktu pemanasan.
1.
Gambut (peat)
Merupakan hasil
dari proses pengendapan, pemampatan, dan pemadatan dari bahan-bahan pembentuk
lapisan batuan. Kadar airnya tinggi, warnanya abu-abu kecoklatan sampai kuning
dan jika dibakar warna apinya merah. Gambut merupakan fase awal dari proses
pembentukan batubara dan masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya
(tumbuhan asal).
2. Lignit
(brown coal)
Memperlihatkan struktur kekar dan gejala
perlapisan dengan kadar tanah sangat rendah. Porositas mulai menurun, bisa
dilihat dari kandungan air (moisture
concent) yang menurun dengan cepat selama proses perubahan dari gambut
menjadi lignit. Sisa-sisa tumbuhan dan binatang lebih sedikit dari gambut,
memperlihatkan adanya kekar atau retakan.
3. Sub-Bituminous
Sisa bagian
tumbuhan tinggal sedikit dan memperlihatkan perlapisan. Ringan, dapat digunakan
sebagai bahan bakar dengan nilai kalori yang rendah.
4. Bituminous
Dicirikan oleh warnanya yang hitam dengan
sifat yang padat dan tidak memperlihatkan perlapisan. Ringan, dapat digunakan
sebagai bahan bakar dengan temperatur sedang sampai tinggi.
5.
Antrasit
Berwarna hitam, keras dengan kilap tinggi dan
dicirikan oleh penurunan unsur H secara cepat. Pada proses pembakaran
memperlihatkan warna biru (warna apinya biru), dapat digunakan untuk berbagai
macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi. Ringan-sangat ringan,
pecahannya concoidal (menyerupai pecahan kaca depan mobil).
BAB V
BATUAN METAMORF
5.1. Tinjauan Umum Batuan Metamorf
Batuan metamorf ialah batuan yang
sifatnya telah berubah selepas pembentukan asalnya melalui proses yang
bertindak didalam bumi atau oleh jasad-jasad dari planet lain. Perubahan ini
mungkin merangkumi perubahan didalam mineral yang membentuk batuan atau
perubahan dalam berkaitan antara mineral tersebut, yaitu tekstur batuan.
Pembentukan batuan metamorf sangat
kompleks, akibat bergerak lempeng-lempeng tektonik dan tumbukan fragmen-fragmen
kerak, batuan terkoyak, tertarik, terlipat, terpanaskan dan berubah. Oleh
karena perubahannya dalam keadaan padat, umumnya jejak-jejak bentuk awalnya
masih dapat dikenali, meskipun telah mengalami perubahan lebih dari sekali.
Batuan metamorf paling menarik diantara batuan lainnya, karena di dalamnya
tersimpan cerita semua yang telah terjadi pada kerak bumi. Saat lempeng tektonik bertumbukan,
terbentuklah batuan metamorf tertentu sepanjang batas lempeng. Sehingga dengan
mempelajarinya, kita dapat mengetahui dimana batas benua sebelumnya, serta
telah berapa lama tektonik berlangsung.
Proses Metamorfisme
Proses
metamorfisme adalah proses perubahan batuan yang sudah ada menjadi batuan
metamorf karena perubahan tekanan dan temperatur yang besar. Batuan asal dari
batuan metamorf tersebut dapat berupa batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf sendiri yang sudah ada. Kata metamorf sendiri adalah perubahan bentuk.
Agen atau media yang menyebabkan
terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada
batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.
Kadangkala
proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi
pada batuan asal tidak terlalu besar, tapi hanya kekompakannya yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna
menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi
perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur
batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam
keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur sampai meleburkan batuan, maka
proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses metamorfisme lagi, tetapi
sudah menjadi proses aktivitas magma.
Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan
mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk,
sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali
pada kondisi yang baru maka batuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan
dan temperatur tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah
permukaan bumi. Karena pembentukannya yang sangat jauh di bawah permukaan, maka
proses pembentukan batuan metamorf sangat sulit dipelajari oleh geologiawan.
Proses metamorfisme sering terjadi pada salah satu dari tiga
fenomena pembentukan batuan metamorf.
Pertama, pada proses pembentukan
pegunungan, batuan yang menyusun suatu daerah yang luas, mengalami tekanan dan
perubahan temperatur bersamaan dengan terjadinya deformasi pada batuan
tersebut. Akibatnya terjadilah pembentuan batuan metamorf pada daerah yang
sangat luas. Proses ini disebut dengan proses metamorfisme regional.
Kedua, ketika batuan bersentuhan atau dekat dengan
aktivitas magma, akan terjadi proses metamorfisme
kontak. Pada proses ini perubahan disebabkan terutama oleh peningkatan
temperatur yang sangat tinggi dari magma, sehingga terjadi efek pemanggangan
(baking effect) pada batuan disekitar magma.
Ketiga,
merupakan proses metamorfime yang sangat jarang, terjadi perubahan sepanjang
zona sesar. Pada proses ini batuan di sepanjang zona tersebut mengalami
penghancuran menjadi material yang sangat halus yang disebut milonat, atau
material yang kasar yang disebut breksi sesar, karena kenampakannya seperti
breksi pada batuan sedimen. Proses ini disebut proses metamorfisme dinamik.
Agen Proses Metamorfisme
Agen
atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan
cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada
batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan
kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme
tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi
proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme
tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.
Panas Sebagai Agen
Metamorfisme
Panas merupakan agen metamorfisme yang
paling penting. Batuan yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami
perubahan kalau mengalami pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma
dari dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan ini tidak atau sedikit terlihat
apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat permukaan bumi. Hal ini terjadi
karena pada tempat tersebut panas dari magma sudah tidak terlalu berbeda dengan
kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan yang demikian hanya akan terjadi
proses pembakaran saja pada batuan yang disebut baking efect.
Batuan
yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami perubahan temperatur yang
tinggi apabila batuan tersebut mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti
telah diketahui bahwa temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman
(gradien geothermal). Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan
temperatur sekitar 30oC per kilometer. Pada pertemuan lempeng
tektonik yang konvergen, batuan dapat mengalami pemindahan tempat ke tempat
yang lebih dalam yaitu pada zona subduksi.
Pada
pemindahan yang tidak begitu dalam, hanya beberapa kilometer, mineral tertentu
seperti mineral lempung menjadi tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi
menjadi mineral yang lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral
lain yang umumnya dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi
temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme
pada kedalaman sekitar 30 kilometer.
Tekanan Sebagai Agen
Metamorfisme
Tekanan seperti halnya temperatur akan
meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Tekanan ini seperti tekanan gas, akan
sama besarnya ke segala arah. Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini merupakan
tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh pembebanan batuan di atasnya.
Batuan akan mengalami tekanan juga pada waktu terjadinya proses pembentukan
pegunungan atau deformasi. Pada keadaan ini batuan akan mengalami penekanan
yang berarah, dan pemerasan.
Batuan
pada tempat yang dalam akan menjadi plastis pada waktu mengalami proses
deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat permukaan bumi, batuan akan
mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi. Hasilnya batuan yang
bersifat rapuh (brittle) akan hancur dan menjadi mineral yang halus.
Proses Metamorfisme dan
Aktivitas Larutan Kimia
Larutan kimia
aktif, umumnya air yang mengandung ion-ion terlarut, juga dapat menyebabkan
terjadinya proses metamorfisme. Pori-pori batuan pada umumnya terisi oleh air.
Selain itu beberapa mineral hidrat mengandung air dalam struktur kristalnya.
Bila terjadi penimbunan yang dalam pada batuan, air yang terdapat di dalam
mineral akan ditekan keluar dari struktur kristalnya, dan akan memungkinkan
terjadinya reaksi kimia. Air
yang terdapat disekitar kristal merupakan katalisator terjadinya perpindahan
ion.
Mineral
biasanya mengalami rekristalisasi untuk membentuk konfigurasi struktur kristal
yang lebih stabil. Pertukaran ion pada mineral akan membentuk mineral-mineral
yang baru. Perubahan mineral yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan
panas, telah banyak dipelajari di beberapa daerah gunung api seperti
Yellowstone National Park, AS. Disepanjang pematang pegunungan lantai dasar
samudera, sirkulasi air laut pada batuan yang masih panas mengubah mineral pada
batuan beku basalt yang berwarna gelap menjadi mineral-mineral metamorfisme
seperti serpentin dan talk.
5.2. Klasifikasi
Batuan Metamorf
Berdasarkan proses pembentukannya batuan metamorf
dibedakan atas :
1.
Metamorfosa Regional (dinamo
thermal)
·
Terjadi
akibat adanya tekanan dan temperatur tetapi yang lebih dominannya adalah
tekanan.
·
Meliputi
daerah yang luas , jalur arogenesa ( Proses perubahan tekanan yang luas ).
·
Struktur
yang sering / umum dijumpai adalah skistose , filitik.
2.
Metamorfosa Beban
·
Terjadi
karena adanya pembebanan diatasnya( dominant dipengaruhi oleh tekanan ).
·
Komposisi
mineralnya dominan atau umumnya berubah , sedangkan tekstur batuan asalny
cenderung tetap.
3.
Metamorfosa Thermal/kontak
·
Terjadi
akibat adanya peningkatan temperatur.
·
Pada
umumnya terjadi disekitar instrusi batuan plutonik.
·
Tekstur
yang dijumpai umumnya granoblastik dengan struktur non foliasi ( granulose /
hornfelsik ).
4.
Metamorfosa Kataklastik
·
Terjadi disekitar zona besar.
·
Sering
juga disebut dengan metamorfosa kinematik atau dislokasidinamik
·
Struktur
sering dijumpai kataklastik , milonitik , filonitik.
5.3. Tahap Penamaan Batuan Metamorf
5.3.1. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur di
batuan metamorf ditentukan dari bentuk
kristal dan hubungan antar mineralnya, yang dibedakan atas:
1. Tekstur Kristaloblastik
Yaitu
tekstur yang terbentuk dari proses metamorfosa, yang dibedakan atas:
a. Lepidoblastik : Terdiri
dari mineral-mineral tabular atau pipih yang relatif terorientasi, seperti mineral mika grup
(muskovit, biotit).
b. Nematoblastik : Terdiri
dari mineral-mineral prismatik yang relatif terorientasi, sepertimineral
plagioklas, k-feldspar, piroksen.
c. Granoblastik : Terdiri dari
mineral-mineral granular (equidimensional) yang relatif terorientasi, seperti
mineral kuarsa. Biasanya memperlihatkan batas-batas sutura (tdak teratur)
dengan bentuk mineral yang anhedral.
d. Porfiriblastik : Tekstur
yang memperlihatkan beberapa mineral dengan ukuran lebih besar dikelilingi oleh mineral yang lebih kecil
(porfiritik).
2. Tekstur Palimset
Yaitu tekstur sisa atau tekstur yang masih
memperlihatkan tekstur batuan asalnya, yang dibedakan atas:
a. Blastopsefitik : Tekstur
yang memperlihatkan ukuran butir lebih besar dari pasir (gravel).
b. Blastopsamit : Tekstur
dengan ukuran butir pasir (sand).
c. Blastopellitik : Tekstur
dengan ukuran butir lempung (clay).
d. Blastoporfiritik : ekstur
sisa dari batuan asal yang porfiritik.
Tekstur-tekstur lain pada
batuan metamorf :
a. Heteroblastik : Bila batuan
metamorf mempuyai lebih dari satu tekstur, seperti lepidoblastik dan
granoblastik.
b. Homeoblastik : Bila batuan
metamorf hanya mempunyai satu tekstur saja.
5.3.2. Struktur Batuan Metamorf
Stuktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang
berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poli granular batuan tersebut,
pembahasan struktur juga meliputi susunan bagian masa batuan termasuk hubungan
geometrik antar bagian massa
batuan serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut. Secara umum
batuan metamorf dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur foliasi dan
struktur non foliasi.
1. Struktur
Foliasi
Struktur foliasi merupakan struktur
terpenting dari batuan metamorf, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
orientasi dari mineral. Struktur foliasi dapat pula diartikan sebagai
kenampakan struktur planar pada suatu batuan. Struktur foliasi umumnya
terbentuk dari hasil metamorfosa dinamotermal, metamorfosa beban dan
metamorfosa kataklastik. Struktur ini dapat terjadi karena adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur foliasi ini mencakup :
a.
Struktur Slaty cleavage (slate), foliasi planar dijumpai pada bidang belahan.
Umumnya terdiri dari mineral pipih dan sangat halus (mineral lempung). Nama batuannya disebut slate atau batu sabak.
b.
Struktur Phylitic (fhilit),
struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage, tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih kasar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular, namun belum begitu jelas dimana orientasi mineral
pipih tidak menerus atau dipotong oleh mineral granular. Batuannya lebih kasar
dan lebih mengkilap dibanding slate. Batuannya disebut Fhilit.
c.
Struktur Gneisosa (gneiss),
terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang mempunyai
bentuk yang berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular (feldspar dan
kuarsa) dengan mineral-mineral tabular dan prismatik (mineral feromagnesium).
Penjajaran mineral pipih umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus,
disebut juga open schiscosity. Batuan
nya disebut Gneiss.
d. Struktur Schistose (skiss),
ditunjukkan oleh perulangan mineral-mineral pipih (Biotit, muskovit) dengan
mineral-mineral yang berbutir granular (Kuarsa, Feldspard), dimanaorientasi
mineral pipih dan granular secara menerus Selang-seling antara tekstur
lepidoblastik dan granoblastik), disebut juga dengan close schistosity. Jadi adanya kesan sejajar dan penjajaran mineral, nama batuannya adalah Skiss.
2. Struktur non-Foliasi
Struktur non-foliasi adalah struktur pada batuan
metamorf dimana tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan
metamorf. Struktur ini umumnya terbentuk dari hasil metamorfosa kontak atau
thermal, terdiri dari mineral-mineral yang berbentuk equidimensional atau
mozaik dan tidak menunjukkan cleavage. Struktur ini mencakup :
1. Struktur Hornfelsik,
yaitu struktur yang dicirikan oleh adanya butiran-butiran mineral yang seragam.
2. Struktur Granulose, struktur
ini hampir sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran yang tidak
sama besar.
5.3.3. Bentuk
Individu Mineral Batuan Metamorf
Bentuk mineral dari batuan metamorf yang terbentuk dalam fase padat
dibedakan atas:
1.
Idioblastik, mineralnya
berbentuk euhedral.
2.
Hypidioblastik, Mineralnya
berbentuk subhedral.
3. Xenoblastik atau Allotrioblastik,
mineralnya berbentuk anhedral.
5.4. Dasar Penamaan Batuan Metamorf
Penaman batuan metamorf dapat
didasarkan pada :
1. Berdasarkan pada tekstur atau struktur. Contoh
: batu sabak (slate), Filit, Gneiss, Skiss, granulit.
2. Berdasarkan komposisi mineral penyusun yang
dominan. Contoh : Kwarsit, Amphibolit, marmer (marbel).
3. Berdasarkan jenis
batuan asal dengan menambahkan kata “Meta”
didepannya. Batuan ini adalah batuan yang baru mengalami metamorfosa sebagian. Contoh
: Meta batu pasir, meta batu gamping, dll.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Petrologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang batuan, baik mengenal cara terdapatnya, cara terbentuknya
di pemukaan bumi, komposisi mineral, asal mula batuan, dan hubungannya dengan
proses-proses geologi serta sejarah geologi petrografi.
2. Batuan beku adalah merupakan batuan yang terbentuk
dari hasil pembekuan magma. Berdasarkan hubungan antara tekanan dan temperatur
serta komposisi SiO2, maka dikenal beberapa jenis bataan beku antara
lain :
a. Batuan
beku asam, contohnya:
*
Fanerik : Granit dan
granodiorit.
*
Afanitik : Rhyolit dan dasit.
b. Batuan beku intermedier, contohnya:
*
Fanerik : Syenit dan diorit.
*
Afanitik : Trakit dan andesit.
c. Batuan beku
basa, contohnya:
*
Fanerik : Gabbro.
*
Afanitik : Basalt dan diabas.
d. Batuan beku ultra basa,
contohnya:
*
Fanerik : Serpentinit,
piroksenit, peridotit, dan dunit.
*
Afanitik
: Batuan beku ultra basa tidak mempunyai batuan yang bertekstur afanitik.
3. Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik
yang bertekstur klastik yang merupakan hasil dari letusan gunung api atau hasil
erupsi gunung api, atau batuan beku yang oleh gunung api dilemparkan keluar
dengan material penyusun dari batuan yang berbeda.
Contoh batuannya antara lain:
*
Berdasarkan
fragmen piroklastiknya (Fisher,1966 dan Schmid,1981):
- Aglomerat, breksi piroklastik,
breksi tufa, tufa, dan tufa lapilli.
*
Berdasarkan material penyusun
tufa (William, Turner, Gilbert,1954):
- Tufa gelas, tufa kristal, tufa litik.
4. Batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk dari hasil rombakan batuan induk yaitu batuan beku, batuan sedimen,
dan batuan metamorf, yang tertransportasi, tererosi, dan terlitifikasi ke
tempat yang lebih rendah.
Jenis-jenis batuan sedimen adalah :
a.
Batuan sedimen klastik,
contohnya:
*
Gravel : Konglomerat dan
breksi.
*
Pasir : Batu pasir (sandstone).
*
Mud : Batu lanau (siltstone), batu lempung (claystone), Batu lumpur (mudstone), Batu serpih (shalestone).
b. Batuan sedimen non klastik, contohnya:
*
Batuan karbonat :
-
Biogenik
limestone, kalsilutit, kalkarenit, kalsirudit (A.W.Grabauw,1904).
-
Mudstone, wackstone, packstone,
grainstone, bounstone, kristalin granular limestone (R.J.Dunham,1962).
-
Mikrokristalin limestone,
allochemical limestone, biolithite (F.L.Folk,1959).
-
Framestone, bindstone,
baffestone, floatstone, rudstone (Ebrie,Klovan,1975).
*
Batuan silica : Rijang (chert), diatom.
*
Batubara : Gambut (peat), lignit (brown coal), sub-bituminous,
bituminous, antrasit.
5.
Batuan metamorf adalah batuan
yang berasal dari batu induk, bisa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf sendiri yang mengalami perubahan-perubahan mineral maupun struktur
akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
Contoh
batuannya antara lain:
*
Berdasarkan
tekstur atau struktur : slate, gneiss, skiss, fhilit.
*
Berdasarkan
mineral penyusun yang dominan : Marmer, Kwarsi, amphibolit.
*
Berdasarkan
jenis bauan asal yang belum sepenuhnya termetamorfosa : Meta batupasir, meta batugamping,dll.
5.2. Saran
Supaya praktikum petrologi dapat berjalan dengan baik
dimasa mendatang, penulis menyaran kan
agar fasilitas dilaboraturium petrologi diperlengkap lagi, misalnya dengan
menambah contoh-contoh batuan karena batuan-batuan yang ada kurang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, R.L., Jackson, J.A. Dictionary of Geological Terms. Anchor Books,
New York
: 1984.
Lismawaty, MT, Ir, Penuntun Praktikum Petrologi,ITM, Medan, 2004.
Mohamed,
Kamal Ruslan, Sedimentologi, Geologi
UKM, 2005.
Santoso, Djoko, Prof, Dr, Ir, MSc, Batuan dan Peta Geologi, ITB, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar