Selasa, 08 April 2014

BAB V BATAS CAIR ( LIQUID LIMIT )


BAB V
BATAS CAIR ( LIQUID LIMIT )

5.1.   Maksud Dan Tujuan Praktikum
Maksud dari percobaan ini adalah untuk melihat bagaimana batas cair dalam mempengaruhi keadaan tanah.
Tujuan praktikum batas cair (liquid limit) adalah untuk menentukan nilai kadar air yaitu batas dimana tanah mengalami perubahan dari kondisi cair menjadi plastis.

5.2.   Dasar Teori
            Bila tanah berbutir halus ( lempung dan lanau ) dicampur dengan air, maka tanah ini akan melalui beberapa keadaan tertentu dari keadaan cair sampai keadaan padat.
            Seorang ahli tanah berkebangsaan Swedia, A. Atterberg yang bekerja di bidang pertanian ( 1911 ) mengembangkan metoda untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air bervariasi. Bila kadar air terlalu tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cucian. Karena itu ada dasar teori yang dikandungnya.
            Tanah dapat dipisahkan pada 4 keadaan :

ü  Padat
ü  Text Box:             Padat         Semi Padat          Plastis           Cair




                  Batas Susut     Batas Plastis     Batas Cair
Semi padat
ü  Plastis
ü  Cair

Gambar 5.1. Batas – batas Atterberg

Kadar air dimana terjadi transisi dari keadaan padat kekeadaan semi padat didefenisikan sebagai batas sudut. Kadar dimana transisi dari keadaan semi padat kekeadaan plastis menjadi terjadi dinamakan dengan batas plastis (plastic limit), dari keadaan plastis kekeadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas-batas Atterberg (Atterberg limit).

Batas Cair (Liquid Limit)
Kadar air dimana untuk nilai-nilai diatasnya tanah akan berperilaku sebagai cairan kental (campuran tanah – air tanpa kuat geser yang dapat diukur). Dalam teknik tanah, batas cair ini didefenisikan secara kasar sebagai kadar air diamana 25 kali pukulan oleh alat batas cair akan menutup celah (groove) standart yang dibuat pada lempengan tanah dengan panjang 12,7 cm. Casagrande (1958) dan yang lain telah memodifikasi percobaan yang awalnya dibuat oleh Atterberg ini sehingga tidak terlalu tergantung pada penilaian operatornya, dan dapat diulang kembali. Dengan peralatan standart berbagai operator akan mampu menghasilkan kembali nilai-nilai batas cair dengan perbedaan sekitar 2 sampai 3 persen (yaitu misalnya wL = 39  9 persen, dan bukan 39 x 0,02). Percobaan ini akan ditinjau secara lebih terinci dalam pasal 4 - 2.

Batas Plastis (Plastic Limit)
Merupakan kadar air dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tanah tidak lagi berperilaku sebagai bahan yang palstis. Tanah akan bersifat sebagai bahan yang plastis dalam kadar air yang berkisar antara wL  dan w. kisaran ini disebut indeks plastisitas dan dihitung dengan rumus :
Ip  =  wL  -  wP                    
Dari defenisi Ip ini terlihat bahwa tidak mungkin didapatkan nilai yang negative.
            Batas plastis secara kasar didefenisikan sebagai kadar air dimana selapis tanah yang digulung sampai berdiameter 3 mm akan putus atau terpisah. Pengujian ini lebih tergantung pada penilaian operator dari pada pengujian batas cair.

Batas Susut (Shrinkage Limit)
Kadar air, yang didefenisikan pada derajat kejenuhan  = 100 persen, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Batas ini cukup penting  didaerah yang kering dan untuk tanah jenis tertentu yang mengalami perubahan volume yang cukup besar dengan berubahnya kadar air. Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini makin kecil, maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume – yaitu semakin kecil ws. semakin sedikit air yang dibutuhkan untuk dapat mengubah volume. Apabila batas cair 5 persen, maka bila kadar air dilapangan melebihi nilai ini, tanah akan mulai mengembang.
Lokasi-lokasi relative dari wl, wp, dan ws pada suatu skala kadar air diperlihatkan pada gambar 5.2.

Batas Lengket (Sticky Limit)
Kadar air diamana tanah kehilangan sifat adhesinya dan tidak dapat lengket lagi pada benda lainnya seperti jari atau permukaan yang halus dari logam spatula. Batas ini berguna dalam bidang pertanian dan untuk kontraktor-kontraktor pekerjaan tanah, karena tahanan pada alat penggaru akan bertambah apabila tanah cukup basah untuk menjadi lengket.

    Tanah                Daerah Plastis              Tanah sebagai
Tidak plastis             Ip = wL - wP                Cairan kental




 



          w = 0            ws      wP                                                  wL
                                                                       
Kadar air yang bertambah w, %


Gambar 5.2. Lokasi-lokasi relative dari daerah plastis dan cair suatu tanah



Batas Kohesi (Cohesion Limit)
Kadar air dimana butiran tanah tidak dapat melekat lagi, yaitu dimana pengambilan tanah tidak menghasilkan lempeng-lempengan yang bersatu. Batas ini juga lebih banyak berguna untuk ahli pertanian dibandingakan untuk insinyur tanah.
Batas-batas cair, batas plastis dan susut diketahui diseluruh dunia ini. Batas lengket telah diapakai di Eropa, tetapi pada umumnya batas-batas lengket dan kohesi tidak digunakan oleh insinyur geoteknik.
Uraian ini bersama dengan defenisi-defenisi untuk tanah kohesif dan tanah tak kohesif dalam bagian sebelumnya, menunjukkan bahwa batas-batas Atterberg lainnya hanya berlaku untuk tanah kohesif.

Kelembaban Tanah
Kelembaban atau kadar air suatu tanah telah didefenisikan sebelumnya sebagai rasio dari berat air didalam pori-pori tanah terhadap berat butiran tanah. Perbedaan telah dibuat antara penentuan kadar air yang dapat dilakukan  dilaboratorium lewat sejumlah conto tanah dan kadar air yang menunjukkan nilai pada suatu saat dilapangan. Nilai yang disebut terakhir ini diberi nama kelembaban alamiah atau kadar air dari tanah, dan diberi symbol wN.
Nilai kelembaban lapangan alamiah wN ini berfariasi tergantung pada lokasi conto tanah, yaitu pada ataupun dekat dengan permukaan tanah, dalamnya, didasar danau ; saat terjadinya hujan yang terakhir dan sebagainya.
Jelas bahwa kadr air conto yang diambil dari tanah yang  berada dibawah air tanah yang tetap mungkin tidak akan berubah dari hari kehari atau dari tahun ketahun.

5.3.   Bahan Dan Peralatan
5.3.1.   Bahan Dan Fungsinya
            Bahan – bahan yang dipergunakan selama praktikum beserta fungsinya adalah :
1.      Conto tanah yang lolos saringan no. 40, sebagai sampel untuk menentukan kadar air dan batas cair.
2.      Air suling, untuk membasahi conto tanah agar tanah dapat dibuat alur tanpa retakan

5.3.2.   Peralatan Dan Fungsinya
            Peralatan yang dipergunakan selama praktikum beserta fungsinya adalah :
1.      Alat batas uji standar, sebagai alat uji untuk menentukan kadar air tanah yang menyatu pada pukulan ke 25.
2.      Plat kaca berukuran 55 x 55 x 0,9 cm, berfungsi sebagai alas bagi conto tanah untuk memadatkan conto tanah
3.      Neraca dengan ketelitian 0,001 gr, sebagai pengukur sampel dan cawan.
4.      Krus aluminium ( cawan ) sebagai wadah sampel. Spatula (Grooving tools) dengan panjang 12,5 cm sebagai pembuat alur pada conto tanah.
5.      Oven dengan pengatur suhu untuk mengeringkan sampel.
6.      Sendok sampel ( scrab ), untuk mengambil conto tanah yang telah menyatu.




           
           Alat batas uji standar                              Spatula








                      Neraca                                                               Oven                                               
           

                        




    Sendok sampel ( scrab )                                            Plat kaca
    



                                           Krus aluminium ( cawan )
Gambar 5.3. Gambar alat – alat pada percobaan batas cair

5.4.   Prosedur Percobaan
            Prosedur percobaan selama praktikum adalah :
1.      Meletakkan ± 150 gram conto tanah diatas plat kaca.
2.      Mengaduk sampel conto tanah dengan menggunakan dempul, dan menambahkan air suling sedikit demi sedikit sampai homogen.
3.      Mengambil sebagian conto uji dan meletakkannya diatas mangkok alat batas cair, meratakan permukaan sehingga sejajar dengan dasar alat.
4.      Membuat alur dengan cara membagi conto uji menjadi dua bagian dengan alat grooving tool atau casagrande untuk conto tanah yang kohesif.
5.      Dengan menggunakan alat uji batas cair standar, menjalankan alat uji dan mencatat jumlah pukulan pada saat conto uji tersebut bersinggungan.
6.      Menimbang berat sampel dengan wadah cawan.
7.      Memasukkan cawan ke dalam oven untuk mendapat berat kering dan kadar airnya.

5.5.      Pembahasan
Beradasarkan percobaan maka didapat data sebagai berikut:

Tabel 5.1. Data hasil percobaan pada percobaan Batas cair
Weight
1
2
3
Weight of Continer (W1) gr
82,7 gr
72,0 gr
76,7 gr
Weight of Wet Soil + Continer (W2) gr
109 gr
111 gr
113 gr
Weight Dry Soil + Continer (W3) gr
99,1 gr
94,7 gr
97,5 gr
Weight of Water (Ww) gr
9,9 gr
16,3 gr
15,5 gr
Weight of Dry Soil (W4) gr
16,4 gr
22,7 gr
20,8 gr
Moisure Content %
60,36 %
71,80 %
74,51 %
No. of Blows
32
22
12
Average
68,89 %

Kadar air ( moisture content ) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

Pada Sampel I
Berat kering (W4)        = (Berat Cawan + Tanah Kering (W3) ) 
                                        (Berat Cawan (W1)
Berat kering (W4)        =  99,1 gr – 82,7 gr
                                    = 16,4 gr
Berat Air  (Ww)          = ( Berat Cawan  + Tanah Basah  (W2)) – 
                                        ( Berat Cawan + Tanah Kering (W3) )       
Berat Air (Ww)           = 109 gr – 99,1 gr
                        = 9,9 gr           
                  -
                 
                  - = 60,36 %
Maka kadar air Sampel I = 51,5 % pada pukulan ke – 32
Pada Sampel II
Berat kering (W4)        = (Berat Cawan + Tanah Kering (W3)) 
                                        (Berat Cawan (W1)
Berat kering (W4)        =  94,7 gr – 72 gr
                                    = 22,7 gr
Berat Air  (Ww)          = ( Berat Cawan  + Tanah Basah  (W2))  
                                       ( Berat Cawan + Tanah Kering (W3) )        
Berat Air (Ww)           = 111 gr – 94,7 gr
                                    = 16,3 gr
     
                 
                  - = 71,80 %
Maka kadar air Sampel II= 71,80 % pada pukulan ke – 22

Pada Sampel III
Berat kering (W4)          = (Berat Cawan + Tanah Kering (W3) ) –
                                        (Berat Cawan (W1)
Berat kering (W4)        =  97,5 gr – 76,7 gr
                                    = 20,8 gr
 Berat Air  (Ww)         = ( Berat Cawan  + Tanah Basah  (W2)) –
                                        ( Berat Cawan + Tanah Kering (W3) )
Berat Air (Ww)           = 113 gr – 97,5 gr
                        = 15,5 gr
                  -           
                 
                  - = 74,51 %
Maka kadar air Sampel III = 74,51% pada pukulan ke – 12
Perbedaan hasil yang didapat dengan keadaan conto tanah yang sama namun berat berbeda disebabkan karena perbedaan distribusi air suling. Semakin banyak penambahan air suling maka conto tanah akan semakin padat sehingga untuk dapat menyatu diperlukan jumlah pukulan yang lebih banyak ( > 25 pukulan ), pada sampel diatas telah dilakukan pukulan lebih dari 25 pukulan.

5.6.   Kesimpulan Dan Saran
5.6.1.   Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan dan pengolahan data dapat diambil kesimpulan bahwa batas cair dari sampel adalah 35 % yaitu berdasarkan kurva moisture content ( % ) vs No of Blows seperti pada lampiran. Dengan nilai batas cair 35 % maka dapat disimpulkan bahwa suatu massa tanah masih layak digunakan untuk kegunaan dalam kemantapan lereng.

5.6.2.   Saran
  1. Saran praktikan untuk praktikum selanjutnya, agar penyampaian materi praktikum dilakukan di dalam ruangan sebelum kegiatan pengujian dilakukan.
  2. Diharapkan agar setiap praktikum agar mengulang beberapa kali cara kerja atau pun nama alat yang akan digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar